Mohon tunggu...
Fauzi Isman
Fauzi Isman Mohon Tunggu... -

Akupunkturis dan praktisi Tai Chi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rumahku Bukanlah Penjara yang Mengasingkanku

29 Agustus 2012   04:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:11 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1346214288533255729

[caption id="attachment_195848" align="alignleft" width="500" caption="Sumber: http://kartunnanggroe.wordpress.com/2010/08/27/penjara-mewah/"][/caption]

Meskipun kami memiliki seorang pekerja rumah tangga yang kami panggil Ayuk (kakak perempuan), namun isteri saya tidak pernah menyerahkan sepenuhnya pekerjaan rumah tangganya kepadaSi Ayuk. Setiap hari Ia selalu menyempatkan diri membantu Ayuk, mengerjakan salah satu dari pekerjaan domestik itu, entah menyapu, entah memasak atau sekedar merendam pakaian kotor.Pernah Ia mengajukan protes keras saat kakak iparnya ikut campur terlalu jauh dalam urusan dapurnya. Saya tidak bisa membayangkan kemarahan seperti apa yang akan ia tunjukkan bila pekerjaan rumah tangganya diambil alih oleh pekerja rumah tangga seperti yang terjadi pada kaum urban di Jakarta, sebagaimana terungkap dalam artikel di harian Kompas, Minggu, 26 Agustus 2012 dengan judul “Terasing di Rumah Sendiri”.

Pekerjaan rumah tangga merupakan sesuatu yang sakral baginya. Karena dianggapnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tugasnya sebagai seorang isteri dan ibu rumah tangga. Oleh karenanya tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada pekerja rumah tangga. Terlebih dalam hal mengasuh anak. Dalam kenyataan, banyak hal positip yang saya rasakan dari pandangannya yang terkesan tradisional itu. Setidak-tidaknya, ketika si ayuk mudik lebaran, keluarga kami tidak pernah merasa cemas ataupunpanik, karena isteri tercinta dengan sigap dapat mengambil alih kembali pekerjaan si Ayuk.

Murid tai chi saya, seorang wanita karir dengan jabatan cukup tinggi di salah satu bank swasta terkenal di ibu kota, mengajukan pensiun dini di saat karirnya tengah berada di puncak. Alasannya dianggap aneh dan sulit dipahami karena ingin menikmati hasil pekerjaannya, yang dirasakannya sudah lebih dari cukup, di saat usia masih muda, tanpa menundanya hingga masa pensiun.

Aktivitas pekerjaan yang digelutinya selama ini, menurutnya, tidak menyisakan waktu sedikitpun baginya untuk melakukan aktivitas lain yang disukainya apalagi untuk bersenang-senang menikmati hasil pekerjaan yang diperolehnya. Hatta untuk merasakan dan menikmati keindahan dan fasilitas apartemen mewah yang dimilikinya. Pekerjaan telah memenjarakan dirinya, sehingga menjadikan apartemen mewah yang dimilikinya bak penjara yang mengasingkannya dari semua hal.

Ibu saya bersikeras tinggal di rumahnya yang sederhana dan menjadi langganan banjir setiap tahunnya,daripadatinggal di rumah anak dan menantunya yang lebih layak. Alasannya karena itu adalah rumahnya yang dibangunnya bersama almarhum ayah saya dengan susah payah. Dan yang lebih penting ia memilikikewenangan penuh atas semua ruang yang terdapat di rumah itu dan bisa mengaturnya sesuai dengan seleranya, tanpa khawatir menyinggung perasaan orang lain. Sesuatu yang tidak mungkin ia peroleh di rumah anak dan menantunya.

Sepanjang hidupnya ibu saya mengerjakan sendiri hampir semua pekerjaan rumah tangganya termasuk mengurus kelima anaknya sampai dewasa. Hanya mencuci dan menggosok baju saja yang ia serahkan kepada pekerja rumah tangga. Itu pun setelah fisiknya agak melemah dan sering sakit-sakitan.

Bagi ibu saya, atau pun sebagian orang yang berpandangan serupa, rumah bukanlah sekedar bangunan fisik tempat tinggal yang melindungi keluarganya dari udara luar. Rumah adalah tempatnya untuk berkhidmat kepada suami , mengasuh dan membesarkan anak, melayani tamu,dan menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga. Rumah adalah tempat yang selalu hadir bersamanya dan menyaksikan setiap momen kehidupan dalam rumah tangganya. Pendek kata rumah adalah seperti jiwa yang menyatu dengan dirinya dan dengan rumah tangganya. Oleh karenanya ia tidak pernah bisa memahami mengapa sampai ada orang yang merasa terasing di rumahnya sendiri.Mungkin inilah dasar yang menjadi pertimbangannya saat mengingatkan saya agar tidak lupa mengadakan acara kendurian dengan mengundang para tetangga sebelum menempati rumah baru yang baru saya beli. “Supaya betah tinggal di rumah sendiri”, kata ibu saya dengan singkat.

Sebuah tradisi yang kini sudah banyak ditinggalkan orang.

Palembang, 29 Agustus 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun