Mohon tunggu...
Muhammad Fauzi Mustofa
Muhammad Fauzi Mustofa Mohon Tunggu... -

Percaya bahwa menulis itu juga sedekah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghargai Perbedaan dengan Menikmati Nasi Pecel

24 Februari 2018   08:51 Diperbarui: 7 Maret 2018   11:13 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : https://www.coinaphoto.com/stock-photo/nasi-pecel/3PmJZ_8tprgY8zwfpW1SrA

Sejak Dulu keluarga kami sering berkunjung ke rumah kakek dan nenek setiap jumat. Dan di hari itulah  kakek dan nenek lebih memilih menutup warungnya. Alasannya sederhana karena ingin merayakan hari besar agamanya, yaitu jumat yang diyakini sebagai hari besar dalam islam. Kedatangan kami selalu disambut dengan hidangan sederhana, seperti nasi pecel, jeroan ayam dan opak gapit (sayuran yang dirajang, dibalut  sambal pecel dan dilapisi kerupuk), serta minuman perasan jeruk nipis atau teh hangat. Kata kakek dan nenek sih kalau sedang  makan yang hangat, maka minumnya juga harus hangat,  biar giginya sehat.

Kakek dan Nenek yang kumaksud itu dari pihak Ibu. Mereka menghabiskan waktu bersama nya untuk berjualan nasi pecel di warungnya yang berjarak 2 Desa dari rumahku. Namun setelah wafat nya kakek dua setengah tahun lalu, Nenek sempat kebingungan mencari pengganti kakek untuk menemaninya berjualan. Karena rumahku yang agak jauh dari rumah Nenek, membuat beliau ragu menawarkan pekerjaan ini pada Ibuku. Tetapi setelah dipikir panjang, akhirnya Ibuku memantapkan hati untuk membantu Nenek berjualan nasi pecel. Mengingat ibu hanya seorang Ibu Rumah Tangga, yang punya sedikit rutinitas di rumah, seperti memasak dan mengurus rumah.

Kini tak hanya ayah yang menjadi tulang punggung keluarga kami, tetapi Ibu juga. Peran Ibu digantikan kakak sulung ku perempuan, yang telah lulus dari sarjana pendidikan matematika di salah satu Universitas Kristen Satya Wacana di Jawa Tengah. Meski begitu, aku yang kini sedang kuliah di IAIN Ngawi, dimana jarak kampus cukup dekat dari rumah sehingga kerap membatu kakak mengurus rumah, meski tidak untuk memasak. Wajarlah kalau cowok paling payah dengan urusan dapur.

Keluarga kami punya keyakinan yang sedikit berbeda, Ayah dan Kakakku seorang Kristen protestan yang taat. Sedangkan aku dan Ibu muslim sejati hehe. Tapi kami bersyukur tak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Nenek selalu menganggap kami keluarga, kakek pun semasa hidup juga. Kakek kerap berpesan pada kami, jika dulu Nabi Muhammad pernah dijaga oleh Pamannya yang bernama Abu Tholib, seseorang yang berbeda keyakinan tapi rasa sayangnya melebihi Ayah dan Anak. Sejak saat itulah keluarga kami tak mempermasalahkan perbedaan agama dan semakin memegang teguh perbedaan, dan inilah sumber Kehangatan Keluarga kami.

Di waktu jumat kini Ibuku lah yang membantu memasakkan untuk keluarga kecil kami, sewaktu berkumpul. Ayah kebagian mengantar Ibu ke Pasar guna membeli bahan, seperti sayur dan daging. Bukan hanya hari jumat sih, kalau ayah tiap hari tak pernah absen mengantar Ibu. Kalau peran ku di hari itu cukup mencuci piring, sedang  Kakak, Ibu dan Nenek yang meracik bumbu dan mengolah makanan.

Walau keluarga kami berkurang, tapi keceriaan kami tak sebaliknya. Kami selalu mengawali makan bersama dengan mendoakan kakek agar amalnya diterima disisi Allah. Setelah itu kami bersantap ria, dan hampir tak menyisakan apapun yang kami hidangkan. Begitulah rutinitas keluarga kecil kami di tiap hari jumat, dan semoga selalu terjaga. Amin

Muhammad Fauzi Mustofa

CeriakanKehangatan

BrightGas

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun