Mohon tunggu...
Fauzan Muhammad
Fauzan Muhammad Mohon Tunggu... Konsultan -

Direktur Eksekutif Lokomotif Perubahan. Dapat ditemui di alamat fauzansjr@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis Surat

12 Januari 2014   11:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:54 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisah ini terjadi pada akhir tahun 1980 di pedalaman Kalimantan. Namanya Rama Varascos. Dia memiliki seorang sahabat pena dari Palembang, Shinta. Berbeda dengan zaman sekarang yang penuh dengan teknologi canggih, pada masa itu untuk saling berkomunikasi satu sama lain hanyalah mengandalkan surat yang dikirimkan melalui pos. Menuliskan kata-kata pada sepucuk kertas, amlop sebagai kemasan, membubuhi suatu kertas kecil seukuran 3×2 cm yang biasa disebut perangko pada amplop bagian luar, kemudian jadilah suatu bahasa isyarat yang dinamakan surat. Dari sebab itulah mereka menyebutnya “sahabat pena” untuk teman-teman jarak jauh. Rama dan Shinta saling mengirimi surat dan foto mereka selama bertahun-tahun. Tapi mereka tidak pernah bertemu maupun berkomunikasi secara langsung sekalipun, via telepon misalnya, karena waktu itu telepon adalah barang yang sangat mewah bagi orang Kalimantan.

Pada suatu masa, mereka akhirnya saling jatuh cinta. Rama berasal dari keluarga yang ekonominya menengah ke bawah, ia tidak memiliki cukup uang untuk bisa pergi mendatangi Shinta. Begitupun dengan Shinta, seorang mahasiswi. Orangnya cantik, baik, dan pengertian. Ia tidak memiliki uang yang banyak untuk bisa singgah ke Kalimantan. Meski begitu, ia berjanji suatu saat nanti ia akan datang kesana, sesegera mungkin, ketika dia mampu melakukannya, untuk menemui sang kekasihnya, Rama.

Waktu berlalu, cinta mereka kian hari kian matang. Hari demi hari mereka kian larut dengan perasaan itu. Mereka hidup bahagia dengan harapan dan impian masa depan mereka.

Pada suatu masa, Rama mengirim lagi sebuah surat kepada Shinta. Dalam suratnya, tertulis:

“My dear, Shinta,

Minggu depan Aku akan mendaki gunung dengan teman-temanku. Suatu yang menyenangkan apabila Kau bisa berada disana, denganku, dan dengan semua cinta kita.

Yang mencintaimu, Rama.”

*Puncak Gunung*

Rama terkagum dengan apa yang telah dilihatnya disana, di puncak gunung. Kemudian, ia melihat sosok Shinta yang berada di awang-awang kabut, dengan gaun putih berenda. Meskipun Rama tak pernah bertemu Shinta selama hidupnya sebelumya, tapi mudah saja ia mengenalinya dengan jelas dalam sekejap mata.

“Ya ampun Shinta, kamu ternyata ada disini. Sungguh Aku selalu memikirkanmu disepanjang perjalanan mendaki gunung…”

“Ya aku …”

“Kenapa… Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa Kau juga akan datang ke Kalimantan, ke gunung ini. Sejak kapan Kau kemari? Kau telah menerima surat yang aku kirim lima hari yang lalu sebelum aku datang ke sini? Kau menemukan itu?

“Tidak, aku tidak … Oh iya Rama, bahwa pada akhirnya aku telah bertemu denganmu, duhai pujaan hatiku!”

“Shinta … apa kau datang sendirian kemari? Mana yang lainnya? Kau tahu? Teman-temanku semuanya berada disana, dan aku datang kemari….”

Ketika berbicara, Rama mencoba untuk menyentuh tangan Shinta. Tapi… Dia menghilang didalam kabut tebal yang gelap. Rama memandang sekelilingnya, tetap saja ia tidak bisa menemukannya. Ia menghilang tanpa jejak. Dia hanya bisa melihat gelap dengan kabut. Dia tidak mengerti dengan apa yang baru ia lihat. Jadi dia pikir, mungkin itu hanyalah ilusi, karena di sepanjang perjalan tadi ia terus memikirkan Shinta. Oleh karena itu ia tidak menceritakan apapun kepada teman-temannya yang menunggunya disana.

Pertentangan hebat sedang terjadi antara pikiran dan hatinya sendiri. Tapi dia cukup yakin, bahwa ia telah mendengar “Oh iya Rama … bahwa pada akhirnya aku telah bertemu denganmu… duhai pujaan hatiku!”

***

Pada suatu masa, setiba dirumah setelah tiga hari perjalanan mendaki gunung, Rama mendapati sebuah surat yang diberikan oleh ibunya.

“Dear, Rama,

Aku sangat menyesal memberitahukan ini, bahwa Shinta telah meninggal dunia karena kecelakaan mobil yang menyedihkan tiga hari yang lalu. Maafkan aku atas kabar ini.

Teman Shinta, Elsa Hamura.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun