Mohon tunggu...
Fauzani Jodi
Fauzani Jodi Mohon Tunggu... Aksesoris

Orang yang suka nurutin kata otaknya

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Kreasi Asbak Bali

3 Juli 2025   17:11 Diperbarui: 3 Juli 2025   17:16 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo para pembaca Kompasiana! Perkenalkan, saya Jodie, seorang mahasiswa yang punya mimpi kecil tapi kokoh: menciptakan sesuatu yang berbeda dan bermanfaat. Sebenarnya, ide wirausaha ini berawal dari... yah, bisa dibilang gabungan antara kebutuhan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan dan keinginan iseng untuk mencoba hal baru.

Pemicunya sederhana: Bali! Pulau yang selalu memancarkan pesona, tapi juga menyimpan PR besar soal lingkungan. Saya sering melihat sampah berserakan, atau souvenir yang itu-itu saja, kurang punya cerita. Dari sanalah, secercah ide mulai muncul: kenapa tidak membuat souvenir yang bukan cuma cantik, tapi juga "bercerita" dan ramah lingkungan? Sebuah ide yang tadinya hanya "iseng" kini bersemi menjadi sebuah tantangan seru.

Awalnya, seperti mahasiswa pada umumnya, ide bisnis kami berputar di sekitar hal-hal yang lazim. Ingat sekali, saat presentasi business plan pertama, ide kami adalah asbak khas Bali. Lumayan, kan? Tapi, dosen pengampu kami, bu dosen, memberikan masukan yang jleb tapi membangun. "Jangan hanya asbak Bali," kata beliau, "kalau bisa souvenir yang berciri khas, bisa dikenang, dan bisa dibawa ke mana-mana." Masukan itu seperti percikan api yang menyulut semangat kami untuk berpikir lebih jauh.

Dari sana, diskusi panjang pun dimulai. Kami mulai riset, melihat tren, dan mencoba memahami apa sebenarnya yang dibutuhkan pasar. Kami yakin, Bali butuh souvenir yang lebih dari sekadar pajangan. Kami ingin menciptakan sesuatu yang membangkitkan memori, yang praktis, dan yang paling penting, tidak membebani lingkungan. Orang-orang terdekat, terutama teman-teman kelompok, punya kontribusi penting dalam proses brainstorming ini. Saling lempar ide, kadang gila, kadang brilian, sampai akhirnya mengerucut pada konsep souvenir ramah lingkungan yang punya nilai sentimental.

Mewujudkan ide dari nol itu rasanya campur aduk: semangat membara, tapi juga deg-degan bukan main. Proses awal memulai usaha ini bisa dibilang cukup "gerilya". Modal? Awalnya dari patungan seadanya alias uang jajan mahasiswa! Tidak banyak, tapi cukup untuk uji coba produksi skala kecil. Tempat produksi pun masih "nebeng" di kosan atau rumah salah satu anggota tim. Tim kerja? Jelas, ini tim solid teman-teman sekelas yang punya semangat sama.

Tantangan di awal? Wah, jangan ditanya! Selain modal yang pas-pasan, kami sempat diremehkan beberapa orang. "Mau bikin apa sih? Bisnis mahasiswa paling cuma anget-anget tai ayam," begitu kira-kira cibiran yang sampai di telinga. Ada juga kesulitan mengatur waktu antara kuliah, tugas lain, dan mengurus bisnis ini. Pernah juga ide awal kami tidak mendapat respons seantusias yang kami harapkan dari teman-teman yang kami ajak diskusi. Tapi, respons dari beberapa orang terdekat yang memberikan dukungan dan semangat justru jadi bahan bakar kami untuk terus melaju. Mereka bilang, "Terus aja, siapa tahu beneran jadi!" Kata-kata sederhana itu ternyata punya kekuatan luar biasa.

Jatuh bangun di awal perjalanan wirausaha? Tentu saja! Salah satu kesalahan fatal di awal adalah kami terlalu fokus pada desain yang terlalu rumit sehingga proses produksi jadi lambat dan biaya membengkak. Hal ini sempat menghambat perjalanan kami. Tapi, dari situ kami belajar bahwa kesederhanaan kadang jauh lebih efektif. Pengalaman penting lainnya adalah pentingnya riset pasar yang mendalam. Jangan cuma berasumsi, tapi benar-benar pahami apa yang konsumen inginkan dan butuhkan.

Kami juga menyadari bahwa belajar itu tidak ada habisnya. Kami terus belajar dan bertumbuh. Belajar otodidak melalui video tutorial di YouTube tentang desain produk dan packaging ramah lingkungan. Membaca biografi pengusaha sukses untuk mencari inspirasi. Dan yang paling penting, tidak sungkan bertanya pada ahlinya atau berkonsultasi dengan dosen pembimbing kami. Mereka adalah mentor berharga yang selalu siap memberikan masukan.

Pencapaian Pertama:

Rasanya seperti ada kembang api di dalam dada saat momen itu tiba: mendapat pelanggan pertama! Ya, bukan omzet miliaran atau ikut bazaar besar, tapi satu pesanan pertama dari orang yang tertarik dengan souvenir ramah lingkungan kami. Perasaan saat itu? Luar biasa bahagia dan bangga! Seperti ada validasi bahwa apa yang kami kerjakan tidak sia-sia. Itu memberikan dampak besar bagi kepercayaan diri kami. Dari yang awalnya ragu, kini kami semakin yakin bahwa ide ini punya potensi. Setelah itu, perlahan tapi pasti, pesanan mulai berdatangan, bahkan ada beberapa yang datang dari luar Bali melalui promosi kecil-kecilan di media sosial.

Karena bisnis ini berawal dari tugas mata kuliah, pertanyaan selanjutnya tentu: apakah akan tetap dijalankan setelah lulus matkul ini? Jawabannya, YA, tentu saja! Ini bukan hanya sekadar tugas, ini adalah cikal bakal mimpi kami. Tantangan mengatur waktu dengan kesibukan perkuliahan tentu ada. Kami berencana untuk membuat jadwal yang lebih terstruktur, mendelegasikan tugas lebih efektif dalam tim, dan mungkin mencari bantuan paruh waktu jika memang diperlukan.

rencana selanjutnya:

Mimpi besar kami selanjutnya? Kami ingin mengembangkan varian produk yang lebih beragam, tidak hanya souvenir, tapi juga produk gaya hidup ramah lingkungan lainnya. Kami juga punya keinginan besar untuk mengajak teman mahasiswa lain untuk bergabung dalam bisnis ini, baik sebagai tim produksi, pemasaran, atau bahkan reseller. Kami percaya, semakin banyak tangan yang peduli, semakin besar dampak positif yang bisa kita berikan. Jika suatu hari kami merasa tidak bisa melanjutkannya karena kesibukan, kami juga terbuka untuk memberikan kesempatan kepada orang lain yang punya semangat dan visi yang sama untuk melanjutkan ide ini.

Refleksi dan Nilai Kehidupan

Dari semua proses ini, pelajaran hidup yang paling berharga adalah: jangan takut memulai, sekecil apapun itu. Ketakutan akan kegagalan seringkali lebih besar daripada kegagalan itu sendiri. Saya ingin menyampaikan kepada sesama mahasiswa atau pemuda lainnya yang masih merasa ragu: coba saja! Daripada menyesal tidak pernah mencoba, lebih baik mencoba dan belajar dari setiap kesalahan.

Berdasarkan pengalaman yang sudah saya lewati, karakter entrepreneurship yang perlu dipegang teguh agar dapat mencapai kesuksesan adalah ketekunan, kemauan untuk terus belajar, dan kemampuan beradaptasi. Dunia ini terus berubah, dan kita harus siap berinovasi. Serta, jangan lupakan integritas dan tanggung jawab sosial, terutama jika bisnis kita punya dampak pada lingkungan atau masyarakat.

Jadi, kawan-kawan, inilah kisah perjalanan kecil kami dalam merajut mimpi lewat souvenir ramah lingkungan. Mungkin ini baru sebutir pasir di tengah luasnya samudra, tapi kami yakin, setiap pasir yang terkumpul bisa membentuk sebuah pulau. Ingatlah kutipan dari Confucius yang selalu menginspirasi saya: "The man who moves a mountain begins by carrying away small stones."

Jangan pernah remehkan kekuatan langkah kecil yang konsisten. Beranilah memulai, beranilah gagal, beranilah belajar. Karena dari setiap langkah kecil, setiap keringat yang menetes, dan setiap pembelajaran yang didapat, kita sedang menabung untuk sebuah impian besar. Jadi, tunggu apa lagi? Berani memulai hal kecil setiap harinya, karena dari yang kecil, jika konsisten dilakukan, akan menjadi besar pada akhirnya!

Lampiran Visual/ Infografis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun