Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bingung? Selamat, Itu Tanda Kamu Sedang Naik Level!

14 Maret 2025   20:32 Diperbarui: 14 Maret 2025   20:32 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sufi Ibnu Arabi. Sumber Foto: NUSANTARANEWS.CO/ ksaadat

Bagi seorang sufi, kebingungan bukanlah musibah, melainkan berkah. Ia adalah tahap yang harus dilalui untuk meruntuhkan ego, membiarkan diri tersesat di jalan spiritual, dan pada akhirnya menemukan kebenaran yang lebih dalam. Seperti seorang musafir yang tersesat di gurun, kebingungan akan memaksa seseorang untuk benar-benar mencari sumber air sejati---dan bukan hanya fatamorgana yang menipu mata.

Jadi, jika kamu sedang bingung dalam perjalanan spiritualmu, jangan khawatir. Itu tanda bahwa kamu sedang berada di jalur yang benar. Tetaplah berjalan, karena kebingungan bisa jadi bukan akhir---melainkan awal dari sesuatu yang lebih besar.

Filsafat Kebingungan: Dari Socrates Hingga Eksistensialisme

Jika kebingungan dalam tasawuf adalah gerbang menuju cahaya, maka dalam filsafat, kebingungan adalah jantung dari berpikir kritis. Sejak zaman kuno hingga modern, para filsuf telah menempatkan kebingungan sebagai titik awal dari pencarian kebenaran. Bagaimana tidak? Tanpa kebingungan, manusia cenderung menerima segala sesuatu begitu saja tanpa mempertanyakan apakah itu benar atau sekadar warisan turun-temurun yang belum tentu masuk akal.

Mari kita mulai dari bapak filsafat kritis: Socrates. Ia terkenal dengan metode dialektisnya---mengajukan pertanyaan demi pertanyaan sampai lawan bicaranya menyadari bahwa mereka sebenarnya tidak tahu apa-apa. Prinsipnya sederhana: "Aku tahu bahwa aku tidak tahu." Socrates tidak menganggap kebingungan sebagai sesuatu yang harus dihindari, tetapi sebagai awal dari kebijaksanaan. Dengan kata lain, semakin kamu bingung, semakin dekat kamu pada kebenaran.

Lanjut ke era modern, kita bertemu dengan Kierkegaard, bapak eksistensialisme yang melihat kebingungan sebagai sesuatu yang esensial dalam kehidupan manusia. Ia berpendapat bahwa kebingungan eksistensial adalah hal yang wajar, karena manusia hidup dalam dunia yang penuh ketidakpastian. Justru dari kebingungan itulah seseorang terdorong untuk mencari makna dan bertindak dengan kesadaran penuh.

Fisikawan Albert Einstein dan Oppenheimer dari kompas.com. Sumber asli: Wikimedia
Fisikawan Albert Einstein dan Oppenheimer dari kompas.com. Sumber asli: Wikimedia

Kemudian ada Jean-Paul Sartre, yang menekankan bahwa manusia 'terkutuk' untuk bebas. Maksudnya? Kebebasan ini justru membuat manusia sering kali bingung dengan pilihan-pilihannya. Tidak ada petunjuk dari langit, tidak ada instruksi manual. Kita harus menentukan sendiri makna hidup kita, dan itu bisa jadi melelahkan. Makanya, banyak orang yang lebih memilih 'lari' dari kebingungan dengan menerima dogma tanpa berpikir lebih jauh.

Dalam perspektif filsafat, kebingungan bukanlah tanda kelemahan, melainkan kesempatan untuk berpikir lebih dalam. Ia mengajarkan kita untuk tidak mudah puas dengan jawaban yang dangkal dan terus menggali sampai menemukan kebenaran yang lebih esensial. Seperti kata Nietzsche, "Siapa yang memiliki alasan untuk hidup, akan mampu menghadapi segala macam bagaimana."

Jadi, jika kamu sedang kebingungan dengan hidup, bersyukurlah. Itu tanda bahwa kamu masih berpikir. Dan dalam dunia filsafat, berpikir adalah awal dari segalanya.

Ketika Kebingungan Menjadi Titik Balik Kehidupan

Kita sering kali menghindari kebingungan seolah-olah itu adalah jebakan kehidupan yang harus segera diatasi. Namun, bagaimana jika kebingungan justru adalah sinyal bahwa sesuatu yang lebih besar sedang menunggu di depan? Dalam banyak kisah kehidupan, kebingungan bukanlah akhir, melainkan titik balik menuju transformasi yang lebih besar.

Mari kita ambil contoh dari dunia nyata. Albert Einstein, sebelum menemukan teori relativitas, mengalami kebingungan bertahun-tahun. Ia mempertanyakan konsep waktu dan ruang, sesuatu yang saat itu dianggap sudah final. Jika ia menyerah pada kebingungan, mungkin kita masih percaya bahwa waktu itu mutlak dan tidak bisa melar seperti permen karet di hari panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun