Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis dan Editor Lepas

Random thoughts. Ig @inifatrisia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudut Pandang Lain Tentang Kuliah Tidak Wajib

24 Mei 2024   01:19 Diperbarui: 24 Mei 2024   01:42 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masalah yang menjadi keluhan para mahasiswa akhir-akhir adalah terkait naiknya uang kuliah tunggal (UKT) yang harus dibayarkan setiap semester. Melansir dari narasinewsroom  (19/05), hal ini seperti yang disampaikan oleh Maulana Ihsanul Huda yang merupakan presiden BEM Universitas Jenderal Soedirman di depan Komisi X DPR RI.

"Kami resahkan UKT di Unsoed ini naik melambung sangat jauh tinggi, naik bisa 300%-500%. Saya dari Fakultas Peternakan itu yang sebelumnya Rp.2.500.000., sekarang menjadi Rp.14 juta, itu tingkatan paling tinggi," kata Maulana Ihsanul Huda.

Hal ini tentunya mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan. Selain itu, hal yang paling disorot adalah pernyataan dari Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Ibu Tjijik Sri Tjahjandarie yang mana mengatakan kuliah itu tidak wajib, hanya kebutuhan tresier. Banyak yang menyayangkan pernyataan tersebut karena publik menilai seharusnya Kemendikbud punya pernyataan yang lebih berupa solusi.

Sebagai mahasiswa, saya juga ikut miris mendengarnya. Memang wajib belajar di Indonesia adalah 12 tahun, tetapi harusnya ini menjadi koreksi tersendiri bagi Kemendikbud agar mengupayakan wajib belajar ini bisa mencakup pendidikan tinggi. Sudah kita ketahui bersama bahwa di Indonesia banyak sekali jenis pajak, bahkan untuk kebutuhan pendidikan pun (seragam sekolah, buku, atk, sepatu, dll) masih terkena pajak, harusnya kualitas pendidikan pun ditingkatkan dan seluruh anak bangsa diringankan dalam hal biaya pendidikan.

Selain itu, yang lebih disayangkan adalah adalah pernyataan dari Mentri Pendidikan, Bapak Nadiem Makarim.

"Jadi peraturan kemendikbud ini menegaskan bahwa peraturan UKT baru ini hanya berlaku kepada mahasiswa baru, tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi. Jadi, masih ada mispersepsi di berbagai kalangan di sosial media dan lain-lain bahwa ini akan tiba-tiba mengubah rate UKT pada mahasiswa yang sudah melaksanakan pendidikannya di perguruan tinggi. Ini tidak benar sama sekali. Ini hanya akan berlaku untuk mahasiswa baru dan sebenarnya tidak akan berdampak besar sama sekali kepada mahasiswa dengan tingkat ekonomi yang belum mapan atau memadai," kata Nadiem Makarim mengutip dari narasinewsroom, (22/05).


Menurut kami sebagai mahasiswa ini tentunya sama saja. Kami menuntut agar UKT diturunkan, bukannya malah dikhususkan saja kepada orang-orang tertentu. Miris sekali para mahasiswa baru yang akan mengalami ini. Padahal mereka generasi bangsa yang punya hak yang sama dalam menempuh pendidikan dan  menggapai cita-citanya.

Bahkan menyikapi hal ini, teman saya yang merupakan seorang pengajar berkata bahwa dari 7 siswa-siswi yang lolos SPAN di sekolah tempatnya mengajar, hanya 3 orang yang melanjutkan. Sisanya tidak lanjut karena orang tua tidak sanggup bayar UKT.

Bukan hanya itu saja, di lingkungan sekitar bahkan teman-teman saya mengatakan mereka tidak mau kuliah hanya karena mengingat biaya yang cukup besar, alasannya tidak ingin merepotkan orang tua yang penghasilannya tidak seberapa. Dengan UKT normal saja banyak yang tidak jadi kuliah, apalagi jika dinaikan? Lalu bagaimana nasib bangsa ke depannya jika masalah pendidikan saja masih pilih kasih? Memang ada beasiswa dari negara dan juga dari berbagai instansi, tapi itu tidak meng-cover semua mahasiswa.

Belum lama ini bahkan ada berita dari folkative (19/05) yang merilis pernyataan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bahwa utang warga RI di PayLater telah tembus Rp6,13 Triliun pada Maret 2024. Ini tentu saja menambah daftar panjang kemiskinan.

Masyarakat punya banyak utang pribadi dan kini biaya UKT makin mahal, tentu ini kondisi yang sangat krisis dan dibutuhkan segera kebijakan-kebijakan baru yang dapat meringankan masyarakat terutama kalangan menengah dan ke bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun