"Mas mlijo tolongin bentar?" Teriak Bu Citra
Mas mlijo yang baru datang dengan obrok berisi sayur mayur dan berbagai keperluan lainya tergoboh mendatanginya, walau tak jelas Bu Citra mau beli apa, sebab masker yang dipakainya mengurangi kejelasan komunikasi.
"Inggih Bu Cit, Monggo ngersaaken nopo, ini takbawakan daging  seperempat, keluwek dan gondes barangkali mau masak rawon."
"Heleh, Mas Nadiem, kok rawon to. Pindang wae yang tiga ribuan iku lho." Jawab Bu Citra.
" Waduh, kok pindang lagi to, wong sudah dua bulan lalu Bu Citra gak pernah beli daging gitu."ledek Mas mlijo yang memang sudah sangat akrab dengan pelanggannya.
Uniknya, sejak kemunculan mas Mentri pendidikan, yang wajah dan perawakannya mirip dengan mas mlijo. Maka mas mlijo pun dipanggil dengan nama  Mas Nadiem . Dasar ibu- ibu rumpi.
Walaupun saat itu mas mlijo sempat protes. "Bu Yo jangan dipanggil gitu, nanti kalau ketahuan bisa dihukum piye, saya,"Â
"Tenang aja, orang pintar itu ora gampang tersinggungan. Wis tho manut wae, siapa tahu mase ketularan jadi mentri" jelas Bu Aul.
"WAh, makin ngledek lho Bu Aul ini."
"Oalah Mas Nadiem, wong panjenengan yo ra ngerti, bayaran ku ki mung piro? gajiku cuma berapa)?" Keluh Bu Citra.
 Sebetulnya tidak mengeluh sih. Sebab Bu Citra sangat menyukai profesinya. Dua anaknya sudah menikah. Dan keduanya meninggal saat sunami Aceh. Jadi tenaganya dicurahkan untuk anak didiknya di Madarasah.