Di sebuah kota kecil yang terletak di antara pegunungan, ada satu rumah tua yang selalu menarik perhatian siapa pun yang lewat. Rumah itu terletak di ujung jalan utama, dikelilingi semak belukar yang mulai meranggas. Dinding kayunya sudah pudar oleh waktu, dan jendelanya penuh dengan debu. Tidak ada orang yang tahu pasti siapa yang membangun rumah itu, dan lebih sedikit lagi yang tahu siapa pemiliknya. Sebagian besar penduduk kota menghindari rumah tersebut, menganggapnya sebagai bangunan yang terlupakan. Namun, ada satu hal yang selalu membuat orang penasaran: setiap malam, lampu-lampu di dalam rumah itu selalu menyala dengan sendirinya.Â
Ari Santoso, seorang jurnalis muda yang baru saja pindah ke kota itu, mendengar tentang rumah tua tersebut saat mengobrol dengan tetangga. Mereka semua berbicara tentang rumah itu dengan suara rendah, seakan membicarakan sesuatu yang seharusnya tidak diketahui orang luar. Beberapa orang bahkan mengklaim bahwa mereka pernah mendengar suara langkah kaki di dalam rumah, padahal tidak ada orang yang tinggal di sana.
"Sepertinya rumah itu memang berhantu," kata seorang pria setengah baya yang sering duduk di warung kopi di ujung jalan.
Namun, bagi Ari, hal tersebut justru menarik perhatian lebih. Sebagai seorang jurnalis, ia merasa ini adalah cerita yang bisa membuatnya terkenal. "Misteri rumah tua yang tak berpenghuni," pikirnya. "Ini bisa menjadi artikel hebat." Jadi, tanpa ragu, ia memutuskan untuk menyelidiki rumah itu.
Suatu malam, setelah gelap mulai menutupi kota, Ari mengambil langkah pertama menuju rumah tua tersebut. Jalanan yang sepi terasa semakin sunyi, hanya suara angin yang berdesir di antara pepohonan. Ketika ia sampai di depan rumah, ia berhenti sejenak. Rumah itu terlihat lebih menakutkan di bawah cahaya bulan yang redup. Jendela-jendela yang tak tampak jelas, pintu yang sedikit terbuka, dan cahaya yang berkelip-kelip di dalam rumah membuat suasana semakin aneh.
Ari merasakan getaran aneh di tubuhnya. Ada sesuatu yang tidak beres, tetapi rasa penasarannya lebih kuat. Ia melangkah lebih dekat ke pintu, yang sedikit terbuka, seolah mengundangnya untuk masuk. Ia menahan napas dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Begitu menginjakkan kaki di lantai kayu yang berderit, Ari merasa dunia seakan berhenti sejenak. Di dalam rumah, tidak ada debu atau kekacauan seperti yang ia bayangkan. Semuanya rapi, teratur, seakan penghuninya baru saja pergi dan tidak akan kembali. Di ruang tamu, ada kursi kayu tua dengan bantal-bantal empuk yang tampaknya masih nyaman digunakan. Lantai berlapis karpet merah yang sedikit pudar. Di meja makan, sebuah buku terbuka dengan halaman yang tergulung sedikit.
Ari mendekat ke meja itu dan melihat buku itu dengan rasa ingin tahu yang besar. Judulnya tidak terbaca, tetapi ketika ia membuka halaman pertama, matanya terbelalak. Halaman-halaman buku itu berisi catatan tentang kehidupan yang sangat aneh. Setiap nama yang tertulis adalah orang-orang yang tidak pernah ia kenal, namun ada satu nama yang membuatnya terkejut---Ari Santoso.Â
Ari menggigit bibirnya, merasakan ketegangan dalam dadanya. Mengapa namanya bisa ada di buku ini? Dengan cepat, ia berbalik dan mulai menelusuri ruangan, mencari jawaban lebih lanjut. Namun, yang ia temui hanyalah lebih banyak catatan tentang dirinya---tanggal-tanggal yang seharusnya tidak pernah ia alami, peristiwa yang tidak pernah ia ingat.
Ari mengambil sebuah foto yang terjatuh dari meja. Foto itu menunjukkan dirinya, berpakaian sama seperti sekarang, berdiri di depan rumah tua ini. Namun, ada yang aneh: foto itu diambil beberapa tahun yang lalu---padahal Ari baru pertama kali datang ke kota ini malam itu.