Mohon tunggu...
Fatimah Robiatus Tsaniyyah
Fatimah Robiatus Tsaniyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Hai ! aku memiliki banyak hobi, dan sepertinya menulis akan menjadi hobi baru ku :D

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Mengapa Tupperware Kalah di Era Anak Muda?

8 Juni 2025   15:59 Diperbarui: 8 Juni 2025   15:57 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp


Cerita Kasus:

Pada 13 April 2025, publik Indonesia dikejutkan dengan pengumuman resmi dari Tupperware Indonesia bahwa mereka telah menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya sejak 31 Januari 2025. Setelah 33 tahun menjadi bagian dari dapur dan meja makan keluarga Indonesia, merek alat makan legendaris ini akhirnya angkat kaki dari pasar tanah air.

Penyebabnya tak lepas dari krisis global yang menimpa perusahaan induk, Tupperware Brands Corporation. Sejak September 2024, Tupperware mengajukan permohonan perlindungan kebangkrutan (Chapter 11) dengan utang mencapai US\$ 818 juta. Penyebab utama kebangkrutan adalah menurunnya minat pasar terhadap model bisnis penjualan langsung (direct selling) yang mereka andalkan. Generasi muda kini lebih memilih belanja lewat e-commerce daripada membeli dari reseller.

Dalam situasi ini, banyak reseller dan mitra penjual di Indonesia kehilangan sumber penghasilan. Produk yang dulu jadi simbol prestise rumah tangga kini kalah bersaing dengan alternatif produk yang lebih murah dan lebih mudah diakses secara daring.

Analisis Aspek Ekonomi:

1. Motif Ekonomi:
Tupperware dan para reseller-nya didorong oleh motif ekonomi untuk mendapatkan keuntungan. Mereka memasarkan produk dengan harapan memperoleh penghasilan dan mempertahankan keberlangsungan usaha.

2. Perilaku Ekonomi:
Perilaku ekonomi konsumen berubah drastis. Konsumen kini lebih rasional dan efisien dalam memilih barang: mereka mencari produk yang fungsional, terjangkau, dan mudah diakses. Hal ini menyebabkan produk premium seperti Tupperware kehilangan daya tarik di tengah banyaknya produk sejenis di marketplace dengan harga bersaing.

3. Prinsip Ekonomi:
Kegagalan Tupperware juga mencerminkan ketidakmampuan perusahaan dalam menerapkan prinsip ekonomi, yakni menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Model bisnis mereka tidak beradaptasi dengan perubahan teknologi dan perilaku konsumen, sehingga biaya operasional yang tinggi tidak diimbangi dengan pendapatan yang mencukupi.

Solusi yang Ditawarkan:

1. Adaptasi Digital:
Perusahaan tradisional harus segera mengadopsi sistem pemasaran digital agar tetap relevan. E-commerce, media sosial, dan kolaborasi dengan influencer bisa menjadi cara baru memasarkan produk.

2. Diversifikasi Produk dan Model Bisnis:
Tupperware bisa berinovasi dengan menjual produk melalui toko resmi daring, menggandeng UMKM lokal, atau menciptakan lini produk terjangkau untuk pasar yang lebih luas.

3. Pemberdayaan Penjual Lokal:
Pemerintah dan pihak swasta perlu memberikan pelatihan digital marketing bagi mantan reseller agar mereka bisa tetap bertahan sebagai pelaku usaha di platform digital.

4. Inovasi dalam menciptakan produk baru
---TupperGo": Inovasi Ramah Lingkungan & Personal untuk Generasi Muda
a. Produk ini merupakan kombinasi antara gaya hidup sehat, kesadaran lingkungan, dan personalisasi digital, yang disukai anak muda masa kini.
b. Dengan desain minimalis dan estetik, cocok untuk anak muda yang aktif dan peduli tampilan.
c. Bisa dikustomisasi secara digital, mulai dari nama, warna, hingga ilustrasi kesukaan.
d. Menggunakan material eco-friendly, menjawab tuntutan konsumen akan keberlanjutan.
e. Terintegrasi dengan aplikasi mobile yang membantu pengguna mencatat pola makan sehat dan konsumsi air harian.
f. Diperkuat oleh kolaborasi dengan UMKM & influencer lokal, sehingga tidak hanya menjadi produk, tapi juga bagian dari gerakan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun