Mohon tunggu...
Muhammad FathurRachman
Muhammad FathurRachman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis santai yang berkecimpung dalam dunia musik dan sedang menyelesaikan masa kuliahnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nogi 1957: Mengetahui Keberadaan Kakek Nogi dengan Semiotika Ferdinand De Saussure

30 November 2023   17:22 Diperbarui: 30 November 2023   17:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kepulangan kepada sang Khalik adalah suatu hal yang pasti dalam kehidupan, bahwasannya setiap yang bernyawa maka akan berpulang. Nogi 1957 adalah sebuah film karya Adetriyanto Hidayat yang memiliki latar belakang tahun 1957, bercerita tentang Nogi berkubadayaan dan besar di kota Palu yang mendapatkan beasiswa studi ke Tanah Jawa, merantau ke Jawa membuat Nogi susah untuk berkomunikasi dengan keluarga di kampung halamannya. Tak terasa waktu sudah lama berlalu, kecemasan dan kekhawatiran keluarga Nogi semakin memuncak, keluarga Nogi memutuskan untuk melakukan ritual daun kelor sebagai simbol apakah Nogi masih hidup atau sudah wafat.

Mari kita bahas terkait ritual yang dilakukan oleh keluarga Nogi untuk mengetahui keadannya di tanah rantau, dengan melilitkan daun kelor ke tiang rumah dan berdoa kepada sang pencipta kemudian jika daun kelornya tidak runtuh atau gugur maka bisa dipastikan bahwa Nogi masih hidup, namun jika daun kelornya gugur maka dapat dipastikan bahwa Nogi sudah meninggal. Yang terjadi didalam film adalah daun kelor tersebut gugur, maka dapat kita ketahui bahwa Nogi telah meninggal dunia. Untuk mengetahui hal tersebut dalam bidang akademis adalah dengan melakukan analisis semiotika oleh Ferdinand De Saussure. Semiotika adalah bidang studi yang mengkaji peran tanda dalam kehidupan sosial dan hukum yang mengaturnya, menurut Saussure. 

Hal ini menunjukkan bahwa tanda dibatasi oleh norma dan peraturan masyarakat. Saussure menekankan pentingnya bahasa dalam memberikan makna pada tanda. Oleh karena itu, memahami pengaruh bahasa terhadap makna sangatlah penting. Mengeksplorasi hubungan rumit antara simbol dan makna. Dalam konteks film, semiotika menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana tanda dan simbol digunakan untuk menyampaikan makna kepada penonton. Mulai dari gambar, warna, suara, pergerakan kamera, hingga dialog, tanda-tanda dalam film memainkan peran penting dalam menciptakan narasi dan menyampaikan makna. Dengan mengkaji cara berbagai elemen ini berinteraksi satu sama lain, semiotika memberi kita pemahaman yang lebih mendalam tentang seni pembuatan film.

Dalam kajian semiotika film, beberapa konsep yang umum dibahas antara lain:

  • Signifier : Yang dimaksud dengan "penanda" adalah wujud fisik atau representasi nyata dari suatu tanda, baik dalam bentuk kata-kata, gambar, atau gerak tubuh tertulis atau lisan. Perannya adalah untuk menyampaikan makna dan makna, sehingga berfungsi sebagai komponen penting dalam proses komunikasi.
  • Signified : Konsep petanda sangat penting dalam memahami makna yang diwakili oleh suatu penanda.
  • Arbitrariness : Menurut teori linguistik Saussure, hubungan antara penanda (kata atau gambar) dan petanda (konsep atau makna) bersifat arbitrer. Ini menyiratkan bahwa tidak ada hubungan yang melekat antara bunyi atau gambar suatu kata dan konsep yang diwakilinya. Sebaliknya, bahasa didasarkan pada konvensi dan kesepakatan sosial yang dibuat oleh komunitas penuturnya. Oleh karena itu, makna suatu kata tidak ditentukan oleh sifat-sifat bawaannya, melainkan oleh konvensi-konvensi yang ditetapkan oleh masyarakat setempat.
  • Linear Nature of Language : Sifat linier bahasa mengacu pada konsep bahwa bahasa adalah rangkaian tanda-tanda yang tersusun dalam urutan tertentu. Kata-kata diungkapkan atau ditulis satu per satu dan diucapkan dalam urutan tertentu untuk menyusun kalimat yang bermakna. Susunan bahasa yang berurutan ini membantu kita berkomunikasi secara efektif dan menyampaikan pesan yang kita maksudkan dengan jelas.
  • Langue dan Parole : Konsep "langue" dan "parole" untuk membedakan antara bahasa sebagai suatu sistem dan penggunaan konkritnya dalam komunikasi sehari-hari. Menurut Saussure, "langue" adalah sistem bahasa yang abstrak dan terstruktur, sedangkan "parole" mengacu pada penggunaan bahasa secara praktis oleh individu. Yang pertama adalah seperangkat aturan dan konvensi yang mengatur penggunaan bahasa, sedangkan yang kedua adalah implementasi sebenarnya dari aturan-aturan tersebut dalam ucapan atau tulisan. Pembedaan ini sangat penting dalam memahami sifat bahasa dan mekanismenya, karena ia mengakui aturan-aturan abstrak yang mendasari bahasa serta penggunaan praktis bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Langue dan Parole: Saussure membedakan antara "langue" dan "parole" . "Langue" mengacu pada sistem bahasa yang umumnya bersifat terstruktur dan abstrak, sedangkan "parole" adalah penggunaan bahasa secara konkrit oleh individu dalam komunikasi sehari-hari.

Berdasarkan pengetahuan diatas dapat kita simpulkan bahwa keabsahan suatu ritual dalam sebuah kebudayaan adalah bersifat relatif tergantung dari kebudayaan itu sendiri. Kepergian Nogi di semiotikkan oleh daun kelor yang telah gugur, keterbatasan informasi dan keterbatasan komunikasi pada masa itu menyebabkan sulitnya untuk mengetahui kabar seseorang, tidak seperti sekarang yang mana semuanya dipermudah agar saling terhubung, pada masa itu alam adalah jawaban dari itu semua. Keterikatan kita dengan alam adalah sebuah kunci untuk berkomunikasi, dengan melalui element angin, tanah, api, air maka akan menciptakan frekuensi yang saling terhubung antar satu sama lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun