Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto meluncurkan paket stimulus senilai Rp 24,44 triliun. Program yang diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada hari Senin tanggal 2 Juni 2025, diharapkan menjadi bantalan ekonomi untuk memulihkan konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, mobilitas, dan stabilitas sosial pada kuartal II 2025 mendatang. Namun, muncul pertanyaan dibalik strategi pemulihan ini, sejauh mana kebijakan ini benar-benar inklusif dan merata menyasar seluruh kelompok masyarakat?
Stimulus ekonomi ini hadir di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,87% (year-on-year), angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2024 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,11% (year-on-year). Secara kuartalan, tercatat kontraksi sebesar 0,98% (quarter-to-quarter), yang menggambarkan adanya tekanan cukup signifikan dalam aktivitas ekonomi.
Perlambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, salah satunya konsumsi masyarakat yang melemah dan munculnya tren deflasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dalam situasi ini, langkah stimulus ekonomi adalah strategi yang perlu diambil untuk menjaga ritme pertumbuhan, khususnya untuk kuartal II 2025 nanti. Tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga ekonomi nasional tetap berada di jalur menuju target pertumbuhan sekitar 5% di tengah tekanan yang datang baik dari dalam negeri maupun dari ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga daya beli dan produktivitas masyarakat.
Paket stimulus ekonomi yang menelan anggaran sebesar Rp 24,44 triliun ini akan diberikan kepada masyarakat selama periode Juni-Juli 2025. Paket ini terdiri dari lima program utama, yaitu
Pertama, stimulus yang fokus pada sektor transportasi dengan memberikan diskon tiket kereta api sebesar 30% untuk sekitar 2,8 juta penumpang, potongan 50% untuk tiket kapal laut bagi 500 ribu penumpang, serta pemerintah akan menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tiket pesawat kelas ekonomi sebesar 6%, dengan target sekitar 6 juta penumpang. Total anggaran untuk program ini mencapai Rp 940 miliar. Langkah ini diharapkan bisa mendorong mobilitas masyarakat selama libur sekolah Juni–Juli sekaligus menggairahkan kembali sektor pariwisata dan jasa pendukungnya.
Kedua, pemerintah memberikan diskon tarif tol sebesar 20% yang akan dinikmati oleh sekitar 110 juta pengendara selama dua bulan pada liburan sekolah Juni-Juli. Kebijakan diskon tarif tol ini dilaksanakan melalui surat edaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) dengan anggaran sebesar Rp 650 miliar yang bersumber dari non-APBN.
Ketiga, pemerkuatan bantuan sosial dengan menambah bantuan pada program Kartu Sembako senilai Rp 200 ribu per bulan serta tambahan beras 10 kilogram per bulan selama dua bulan untuk 18,3 juta kelompok penerima manfaat (KPM). Bantuan ini diharapkan dapat menjaga daya beli kelompok rentan dikala tekanan ekonomi. Anggaran yang digunakan untuk pemberian bantuan ini sebesar Rp 11,93 triliun.
Keempat yaitu paket yang menyasar ke dunia kerja dengan memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 300 ribu per bulan selama dua bulan kepada 17,3 juta pekerja yang bergaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan atau dibawah upah minimum provinsi/kabupaten/kota. Bantuan ini juga termasuk diberikan kepada 565 ribu guru honorer yang mencakup 288 ribu guru honorer pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan 277 ribu guru honorer pada Kementerian Agama. Anggaran untuk program ini berasal dari APBN sebesar Rp 10,72 triliun.
Terakhir, diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 50% diperpanjang selama enam bulan bagi 2,7 juta pekerja di enam subsektor industri padat karya. Anggaran yang digunakan berasal dari non-APBN sebesar Rp 200 miliar. Bantuan ini merupakan upaya menjaga perlindungan sosial dan produktivitas sektor manufaktur dan industri padat karya.
Dengan kombinasi program ini, pemerintah berharap dapat mendorong konsumsi masyarakat, meningkatkan mobilitas selama libur sekolah, serta menjaga stabilitas sosial dan produktivitas sektor industri. Stimulus ini juga diharapkan menjadi bantalan ekonomi yang mampu meredam dampak perlambatan dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2025.
Lalu mengapa paket stimulus 2025 dikatakan belum sepenuhnya inklusif?
Dari sisi inklusivitas, stimulus ini masih lebih banyak mendominasi ke kelompok masyarakat bawah atau rentan, sementara masyarakat kelas menengah, termasuk menengah ke atas, belum sepenuhnya dijangkau secara optimal.
Sebenarnya kelompok menengah dapat dikatakan menjadi tulang punggung konsumsi domestik dan banyak yang terdampak terhadap tekanan ekonomi seperti PHK atau penurunan pendapatan di sektor industri dan jasa. Oleh karena itu, stimulus ini belum cukup menyentuh kebutuhan mereka secara langsung.
Masyarakat dari kelompok menengah ke atas tidak termasuk dalam target utama bantuan sosial dan subsidi upah pemerintah. Program bantuan sosial dan subsidi upah lebih fokus kepada pekerja yang berpenghasilan kurang dari Rp 3,5 juta dan kelompok rentan, sehingga kelas menengah ke atas hanya merasakan dampak yang terbatas.
Masyarakat kelompok menengah ke atas hanya merasakan diskon transportasi dan tarif tol. Diskon tiket kereta api, kapal laut, dan PPN pesawat kelas ekonomi, serta potongan tarif tol sebesar 20%, diharapkan dapat mendorong mobilitas dan konsumsi masyarakat luas, termasuk kelas menengah ke atas yang aktif bepergian dan berwisata.
Hal ini juga memungkinkan sektor pariwisata dan jasa pendukung mengalami dorongan peningkatan karena menjadi bagian penting dari gaya hidup masyarakat kelompok menengah ke atas ini.
Namun demikian stimulus ini lebih condong kepada konsumsi dan kurang mempengaruhi hal-hal yang produktif atau investasi yang umumnya menjadi fokus pengeluaran kelompok menengah ke atas. Mereka pada dasarnya memerlukan dorongan untuk menciptakan lapangan kerja baru, peluang bisnis, dan investasi yang berkelanjutan agar bisa memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pemulihan ekonomi Indonesia.
Tidak hanya itu, pemberdayaan UMKM juga menjadi kunci supaya para pelaku usaha dari kalangan kelas menengah dapat memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan konsumsi dan mobilitas masyarakat selama masa stimulus ini berlangsung.
Secara garis besar, paket stimulus ini memberikan harapan baru bagi kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah dan rentan, serta membuka kesempatana bagi kelas menengah ke atas untuk menikmati mobilitas yang lebih mudah. Tetapi untuk mendistribusikan manfaatnya secara merata, pemerintah perlu merancang kebijakan tambahan yang lebih fokus pada produktivitas dan investasi bagi kelompok kelas menengah ke atas, sehingga pemulihan ekonominya dapat berlangsung secara inklusif dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI