Mohon tunggu...
fathiapuan
fathiapuan Mohon Tunggu... Wiraswasta

Tulisanku adalah caraku berbagi dunia yang kulihat. Suka menulis dan membaca membuatku terus belajar dan memahami berbagai perspektif dari berbagai sisi. Di Kompasiana, aku berharap bisa berbagi inspirasi, cerita, dan pemikiran yang memperkaya kita semua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kepemimpinan Kepala Sekolah : Dari Meja Administrasi ke Ruang Inspirasi

2 Oktober 2025   23:31 Diperbarui: 2 Oktober 2025   23:31 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : https://i.pinimg.com/1200x/be/8e/c7/be8ec7475cabb76be07802099b180ad3.jpg

Namun, kenyataan di Indonesia sering memperlihatkan dominasi logika birokrasi dan pasar dalam pendidikan. Kepala sekolah masih dianggap sekadar "pengelola administrasi" ketimbang leader of learning. Misalnya, survei dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN, 2023) menunjukkan bahwa sebagian besar kepala sekolah masih disibukkan dengan laporan keuangan, administrasi pegawai, hingga urusan teknis yang menyita waktu. Padahal, guru dan siswa membutuhkan pemimpin yang hadir dalam proses belajar, bukan hanya di balik meja administrasi.

Lebih jauh, fenomena komersialisasi pendidikan juga memperlemah peran kepala sekolah sebagai pendidik. Kompetisi sekolah unggulan, rangking nasional, hingga standar ujian berbasis pasar sering kali menekan kepala sekolah untuk "mengejar angka" daripada memanusiakan peserta didik. Dalam kerangka Antonio Gramsci (1971), hal ini bisa dibaca sebagai bentuk hegemoni birokrasi dan kapital yang membatasi ruang gerak sekolah sebagai agen transformasi sosial.

retrieved from : https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9780429355363-27/selections-prison-notebooks-antonio-gramsci

Kepemimpinan Organik: Alternatif untuk Sekolah di Indonesia

Jika kita kembali ke gagasan Gramsci tentang pemimpin organik, maka kepala sekolah seharusnya tumbuh dari komunitasnya, memahami persoalan riil yang dihadapi guru dan siswa, serta mampu mengartikulasikan kebutuhan bersama menjadi gerakan perubahan. Strategi yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Membangun partisipasi kolektif -- Kepala sekolah membuka ruang dialog dan musyawarah dengan guru, siswa, dan orang tua dalam pengambilan keputusan. Hal ini menumbuhkan rasa memiliki dan solidaritas sekolah sebagai komunitas belajar.
  2. Menghidupkan budaya refleksi dan kolaborasi -- Forum diskusi rutin antarguru dan siswa dapat menjadi wahana untuk menemukan solusi berbasis kebutuhan nyata, bukan sekadar menjalankan instruksi dari atas.
  3. Menjadi fasilitator pembelajaran kritis -- Kepala sekolah mendorong proyek-proyek berbasis masalah sosial di sekitar sekolah agar siswa tidak hanya cerdas akademis, tetapi juga memiliki kepedulian sosial.
  4. Menjadi teladan moral -- Kepemimpinan tidak hanya soal aturan, tetapi juga soal integritas, keadilan, dan kepedulian yang ditunjukkan langsung oleh kepala sekolah.

Dengan strategi ini, kepala sekolah tidak lagi sekadar manajer birokrasi, melainkan pemimpin sejati yang mendidik, menguatkan, dan memerdekakan.

Solusi dan Rekomendasi

Agar kepemimpinan kepala sekolah di Indonesia lebih relevan dengan tantangan zaman, ada beberapa rekomendasi yang bisa dipertimbangkan:

  • Reorientasi kebijakan pendidikan: Kementerian Pendidikan perlu memberi ruang lebih besar bagi kepala sekolah untuk fokus pada pengembangan mutu pembelajaran ketimbang urusan administratif.
  • Pelatihan kepemimpinan transformatif: Program Diklat kepala sekolah harus menekankan aspek educative leadership dan transformational leadership, bukan sekadar administrasi.
  • Penguatan komunitas sekolah: Kepala sekolah perlu difasilitasi untuk membangun jejaring dengan masyarakat, lembaga sosial, dan komunitas lokal agar sekolah tidak terisolasi dari realitas sosial.
  • Digitalisasi birokrasi: Urusan administrasi bisa disederhanakan melalui sistem digital agar kepala sekolah punya lebih banyak waktu mendampingi guru dan siswa.

Kepala sekolah sejatinya adalah pemimpin perubahan, bukan sekadar pengelola administrasi. Jika teori kepemimpinan transformasional dan konsep educative leadership benar-benar dipraktikkan, kepala sekolah di Indonesia akan mampu melampaui jebakan birokrasi dan logika pasar. Sekolah pun dapat kembali pada tujuan utamanya: memerdekakan manusia, menumbuhkan harapan, dan mencetak generasi yang berdaya menghadapi masa depan.

Referensi

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. Psychology Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun