Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puti Sanang

29 November 2020   07:05 Diperbarui: 29 November 2020   07:31 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kompasiana.com

Setiap akan tidur, nenek pasti akan mendongeng untuk kami, cucu-cucunya. Nenek adalah tokoh sentral dalam keluarga, yang bisa memarahi mulai dari Bapak, Ibu, serta kami cucu-cucunya. Sekaligus juga bisa menumpahkan kasih sayang yang besar pada kami semua.

Istilah mendongeng dalam bahasa Kerinci disebut bakunun. Jadi dongeng sama dengan kunun. Ada beberapa kunun yang sering nenek ceritakan kepada kami. Salah satunya Puti Sanang (Puti bahasa Kerinci dari kata Putri). Tentu saja, nenek bakunun dalam bahasa Kerinci yang inti ceritanya sebagai berikut.

Tersebutlah kisah gadis kecil bernama Puti Sanang. Gadis manis dengan rambut panjang mengurai. Dia hidup dengan bapak dan ibu tirinya. Ibu Puti Sanang sudah meninggal dunia dan bapaknya menikah lagi. Suatu hari, Puti Sanang diberi tugas mengantar nasi bekal untuk ayahnya bekerja di ladang. Puti Sanang memang sering diminta membantu ibunya bekerja dan sering dimarahi juga. Perlakuan ini berbeda jika ayah Puti Sanang ada dirumah.

Puti kemudian berjalan kaki mengantar nasi ayahnya melalui hutan, perutnya lapar karena tidak diberi makan. Diterik matahari dan perjalanan yang jauh membuat Puti Sanang sangat lelah dan lapar. Dia terus berjalan sampai rambutnya yang panjang tersangkut di batang pakis. Puti Sanang tertarik memetiki batang pakis dan membawa ke pinggir sungai untuk memakannya. Sembari meminum air sungai karena haus.

Ketika hendak beranjak pergi, Puti Sanang tergelincir dibatu besar dekat sungai, nasi bekal untuk ayahnya tumpah dan hanyut. Puti Sanang menangis dan ketakutan. Terbayang kemarahan sang ibu. Puti Sanang terpaksa berbalik arah untuk pulang. Namun Puti Sanang tersesat, lupa akan jalan yang dilalui tadi.

Senja hari, barulah Puti Sanang sampai di rumah. Ayahnya pun sudah pulang dari ladang dan memarahi tidak mengantar nasi. Ibunya juga menuduh Puti Sanang sudah memakan nasi untuk ayahnya itu. Bibir Puti Sanang yang putih karena getah pakis yang dimakannya, dikira telah memakan makanan untuk ayahnya. Puti Sanang diusir dari rumah.

Puti Sanang duduk di sebuah batu besar dan bernyanyi, sambil menyisir rambutnya yang panjang.

Tinggai tinggai kau bateu
Kau kuminyok, kau kusikat

(Tinggi, tinggilah batu
Kau kuberi minyak, kau kusisir)

Dia menyanyikan berulang-ulang, dan setiap selesai menyanyikannya batu besar tempat Puti Sanang semakin tinggi. Sampai mencapai langit tinggi. Puti Sanang telah sampai dibulan dengan disambut putri bulan. Puti Sanang, hidup berbahagia di bulan.

Ayah dan ibunya menangis meminta Puti Sanang kembali, namun Puti Sanang tak pernah kembali. Menurut cerita masa lalu, jika orang Kerinci memandang bulan maka terlihat bayangan seorang gadis tersenyum memandang ke bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun