Mohon tunggu...
Farida Roudhotuljanah
Farida Roudhotuljanah Mohon Tunggu... Mahasiswa PGMI UIN SUKA

22104080086

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Fiberlicious Fruity Choco: Inovasi Mahasiswa Pendidikan UIN Suka, Solusi Camilan Edukatif Anak

12 Juni 2025   09:50 Diperbarui: 12 Juni 2025   09:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto bersama Narasumber Owner Fiberlicious Fruity Choco ( Sumber: Dokumen Pribadi)

Yogyakarta, 11 Juni 2025 -- Di tengah meningkatnya kebutuhan akan camilan sehat yang sesuai dengan gaya hidup anak-anak di era digital, sekelompok mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menghadirkan sebuah inovasi produk bernama Fiberlicious Fruity Choco. Yaitu buah potong yang dibentuk lucu sesuai karakter yang disukai anak-anak dan cream coklat manis sebagai toping. Produk camilan ini memadukan cita rasa coklat dan buah kaya serat dengan unsur edukatif berbasis teknologi QR code.

Dikembangkan dalam rangka tugas akhir mata kuliah Inovasi Bisnis, Fiberlicious Fruity Choco berhasil membuktikan bahwa mahasiswa pendidikan pun mampu merambah dunia kewirausahaan dengan pendekatan yang unik, humanis, dan aplikatif. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan sejak peluncuran awalnya, produk ini tidak hanya mendapatkan apresiasi dari dosen dan konsumen lokal, tetapi juga menunjukkan potensi besar untuk dikembangkan menjadi bisnis skala lebih luas.

Dalam wawancara dengan Anisa Marshela, salah satu owner sekaligus ketua tim pengembang bisnis ini, ia menjelaskan awal mula ide ini muncul. "Bermula dari keprihatinan kami terhadap rendahnya konsumsi serat anak-anak, khususnya di era digital ini. Kami ingin menghadirkan produk yang bukan hanya enak, tapi juga bermanfaat dan mengedukasi. Dari situlah muncul ide untuk membuat coklat buah kaya serat, yang dikemas menarik dan disisipi QR code berisi konten edukatif," ujar Anisa.

Menurutnya, proses pengembangan produk berlangsung selama satu semester dan melibatkan kerja tim yang sangat intensif yang dimulai dari riset pasar, formulasi rasa, desain kemasan, hingga produksi dan promosi. "Semua kami kerjakan sendiri, dari memilih bahan baku yaitu Buah yang berkualitas dan fresh seperti: Semangka, Melon, dan Nanas. Tidak hanya itu untuk Cream Chocolate kami juga memproduksi sendiri, tidak asal beli jadi, mulai dari teksture kekentalan, dan penentuan rasa hal itu kami lakukan untuk membuat satu perpaduan yang pas.

Dengan adanya buah berbentuk lucu sesuai karakter yang di sukai anak-anak, tujuan kami adalah untuk mengatasi kasus kurangnya kebutuhan serat pada anak. Kami juga membuat konten QR code-nya sendiri, yang berisi permainan edukatif yang bisa diakses dengan mudah oleh anak-anak. Isinya ringan, seperti kuis tentang makanan buah, aktivitas seru seperti mewarnai, anak-anak juga dapat belajar mengenal buah dan berhitung hingga game permainan teka-teki seru" jelasnya.

(foto bersama Narasumber Owner Fiberlicious Fruity Choco ( Sumber: Dokumen Pribadi)
(foto bersama Narasumber Owner Fiberlicious Fruity Choco ( Sumber: Dokumen Pribadi)

Keunikan dari Fiberlicious Fruity Choco terletak pada kombinasi tiga elemen utama: gizi, edukasi, dan digitalisasi. Ini membuat produk tidak hanya berfungsi sebagai camilan, tetapi juga sebagai media pembelajaran interaktif. Hal ini menjadi sangat relevan di tengah meningkatnya konsumsi digital anak-anak, yang perlu diarahkan pada konten edukasi yang bermanfaat.

Hasil dari survei kepuasan yang disebarkan kepada 30 responden (anak-anak dan orang tua) menunjukkan bahwa lebih dari 90% menyukai produk ini dari segi rasa dan tampilan, sementara 85% menyatakan fitur QR code edukatif merupakan nilai tambah yang menarik. Produk ini juga dinilai sangat baik dari segi manfaat kesehatan, khususnya untuk meningkatkan konsumsi serat.

Menariknya, meski berasal dari latar belakang pendidikan dan bukan bisnis atau teknologi, tim pengembang bisnis ini berhasil menjalankan semua tahapan bisnis dari hulu ke hilir secara mandiri. Bahkan, mereka menerapkan strategi pemasaran digital yang cukup efektif, dengan memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan WhatsApp sebagai media promosi utama.

"Tarrget kami yaitu ibu-ibu muda, komunitas sekolah dasar dan para mahasiswa. Selain melalui bazar kampus dan car free day, kami juga mengedukasi lewat konten promosi ringan di media sosial, seperti video singkat tentang pentingnya serat atau tips bekal sehat anak. Ternyata responsnya sangat baik," ujar anisa'.

Tentu saja, perjalanan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu kendala utama yang dihadapi tim adalah soal distribusi dan keberlanjutan produksi. "Karena ini masih dalam tahap awal, kami kesulitan memenuhi permintaan dari luar Yogyakarta. Kami juga berniat untuk mengembangkan produk bisnis ini dengan menjaga kualitas sekaligus meningkatkan kapasitas produksi. Dan secara pasar, kami melihat peluang sangat besar," tambahnya.

Dalam upaya untuk meningkatkan distribusi dan keberlanjutan produksi, tim Fiberlicious Fruity Choco saat ini sedang menjajaki beberapa opsi strategis. Salah satunya adalah dengan membangun jaringan kerja sama yang lebih luas dengan berbagai pihak, termasuk industri makanan dan lembaga pendidikan. "Kami berharap bisnis ini kedepannya dengan kerja sama yang solid, kami dapat meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi produk kami ke pasar yang lebih luas," lia'.

(Fotzo bersama Narasumber Owner Fiberlicious Fruity Choco (Sumber: Dokumen Pribadi)
(Fotzo bersama Narasumber Owner Fiberlicious Fruity Choco (Sumber: Dokumen Pribadi)

Selain itu, tim juga berencana untuk memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi. "Kami sedang mengembangkan sistem manajemen produksi dan distribusi yang dapat membantu kami memantau dan mengontrol proses produksi dan pengiriman produk dengan lebih efektif," tambahnya. Kedepannya, tim berencana menambahkan varian rasa dan memperluas konten QR code agar bisa lebih bervariatif.

Lebih dari sekadar produk bisnis, Muthii' melihat proyek ini sebagai bentuk kontribusi sosial mahasiswa terhadap isu kesehatan dan pendidikan anak. "Kami percaya bahwa inovasi tidak selalu harus besar atau berbasis teknologi tinggi. Justru dimualai dari ide sederhana yang menjawab kebutuhan nyata, kita bisa menciptakan dampak yang berkelanjutan. Kami ingin anak-anak bisa beralih ke camilan sehat yang enak, dan sekaligus mendapat media belajar," pungkasnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun