Tentu saja, perjalanan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu kendala utama yang dihadapi tim adalah soal distribusi dan keberlanjutan produksi. "Karena ini masih dalam tahap awal, kami kesulitan memenuhi permintaan dari luar Yogyakarta. Kami juga berniat untuk mengembangkan produk bisnis ini dengan menjaga kualitas sekaligus meningkatkan kapasitas produksi. Dan secara pasar, kami melihat peluang sangat besar," tambahnya.
Dalam upaya untuk meningkatkan distribusi dan keberlanjutan produksi, tim Fiberlicious Fruity Choco saat ini sedang menjajaki beberapa opsi strategis. Salah satunya adalah dengan membangun jaringan kerja sama yang lebih luas dengan berbagai pihak, termasuk industri makanan dan lembaga pendidikan. "Kami berharap bisnis ini kedepannya dengan kerja sama yang solid, kami dapat meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi produk kami ke pasar yang lebih luas," lia'.
Selain itu, tim juga berencana untuk memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi. "Kami sedang mengembangkan sistem manajemen produksi dan distribusi yang dapat membantu kami memantau dan mengontrol proses produksi dan pengiriman produk dengan lebih efektif," tambahnya. Kedepannya, tim berencana menambahkan varian rasa dan memperluas konten QR code agar bisa lebih bervariatif.
Lebih dari sekadar produk bisnis, Muthii' melihat proyek ini sebagai bentuk kontribusi sosial mahasiswa terhadap isu kesehatan dan pendidikan anak. "Kami percaya bahwa inovasi tidak selalu harus besar atau berbasis teknologi tinggi. Justru dimualai dari ide sederhana yang menjawab kebutuhan nyata, kita bisa menciptakan dampak yang berkelanjutan. Kami ingin anak-anak bisa beralih ke camilan sehat yang enak, dan sekaligus mendapat media belajar," pungkasnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI