Mohon tunggu...
Farida Azzahra
Farida Azzahra Mohon Tunggu... Konsultan - Law Student

A learner and hard worker person. Have an interest in law and political issues.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Membaca Arah Kemarahan Jokowi

15 Juli 2020   20:41 Diperbarui: 17 Juli 2020   19:27 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (kanan) meminpin rapat kabinet terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/7/2020). Ratas tersebut membahas kelanjutan kerja sama penurunan emisi gas rumah kaca antara Indonesia dan Norwegia dan kebijakan instrumen nilai ekonomi karbon. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool/wsj.(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A via KOMPAS.com)

Adapun kemarahan Jokowi pada Sidang Kabinet 18 Juni lalu bukanlah kemarahan untuk yang pertama kalinya. Sebelumnya, Jokowi pernah beberapa kali menegur keras mekanisme pendistribusian bansos yang dirasa masih lamban pada Ratas virtual Mei 2020 lalu.

Selain itu, Jokowi pun pernah menegur Kepala Daerah yang pada saat itu belum melakukan realokasi dan refocusing APBD untuk penanganan Covid-19 pada April 2020 lalu. 

Hal-hal tersebut menunjukan bahwa sebenarnya Presiden telah lama merasa kecewa dan cenderung tidak puas terhadap kinerja kabinetnya. Namun, puncak kemarahan baru diserukan pada Sidang Paripurna Kabinet dengan pertemuan langsung pada 18 Juni lalu.

Timbul pertanyaan kemudian, apakah isu perombakan kabinet ini sesungguhnya merupakan rencana lama Jokowi atau hanya berupa ancaman belaka?

Terdapat sebuah kemungkinan bahwa seruan perombakan kabinet pada sidang tersebut merupakan skenario yang telah dipersiapkan ketika suatu waktu Presiden hendak memutuskan perombakan kabinet. 

Pemberhentian dan pengangkatan menteri bahwasanya memang merupakan hak prerogatif Presiden, tetapi dalam hal ini Jokowi sepertinya ingin menciptakan "prakondisi" sebagai bentuk afirmasi tindakan ketika hendak melakukan perombakan kabinet sewaktu-waktu.

Kemungkinan lainnya adalah Jokowi telah memahami bahwa pada umumnya loyalitas koalisi partai pemerintahan pada periode kedua Presiden hanya akan berlangsung selama 2-3 tahun. 

Bukan hal baru lagi bahwa tahun-tahun terakhir masa periode jabatan Presiden merupakan waktu bagi partai politik untuk menyungsung koalisi baru guna mengikuti Pemilu yang akan datang. Bahkan belum berjalan satu tahun masa periode kedua Jokowi, sudah ada partai koalisi yang bersiap untuk menjadi oposisi. 

Oleh sebab itu, bisa aja agenda reshuffle menteri ini sudah menjadi bagian awal dari skenario pemerintahan Jokowi, dalam arti bahwa pada tahun-tahun pertama pemerintahan, memang sengaja dibentuk kabinet yang berisikan pihak-pihak dari partai koalisi pendukungnya, atau bisa dibilang sebagai bentuk politik terimakasih. 

Akan tetapi, kemudian Presiden menyadari bahwa dukungan partai koalisi dan tentu saja parlemen tidak akan bertahan cukup lama dalam membantu Presiden menyukseskan strategi kebijakannya, sehingga pada akhirnya Presiden memilih untuk merombak kabinet tersebut dengan nama-nama yang mungkin saja telah dipersiapkan sebelum adanya komposisi kabinet saat ini, terlepas dari pengaruh sekelompok orang di sekitarnya.

Adapun terkait agenda perombakan kabinet tersebut, terdapat pola yang sebenarnya dapat kita cermati dari periode sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun