Lalu larangan memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa juga termaktub dalam poin ke 14. Serta larangan memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat mendorong penggunaan produk kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang diiklankan.
Bentuk Iklan
Sementara itu, jika ditelaah lebih jauh dari pandangan Islam. Aturan iklan secara eksplisit juga diatur. Iklan, baik bersifat komersil maupun non-komersil tercakup ke dalam perkara mu'amalah dan 'adat. Hukum asal dari perkara tersebut adalah diperbolehkan selama tidak mengandung unsur-unsur terlarang dalam syari'at yang mampu merubah hukumnya menjadi terlarang.
Hal-hal yang membuat iklan tersebut terlarang diantaranya yang mengandung tindakan mengelabui konsumen atau Gharar. Bentuk iklan seperti ini hukumnya adalah haram. Selain itu, iklan juga harus terbebas dari berbagai propaganda yang bertentangan dengan hukum syari'at, akhlak, nilai-nilai dan etika Islam.
Apabila produsen mengiklankan suatu produk secara berlebihan dan tidak sesuai dengan hakikat produknya, maka konsumen yang sudah terjebak membeli produknya tersebut, berhak untuk mengembalikannya. Sehingga produknya sendiri terhitung sebagai barang yang cacat.
Sedangkan bagi si pembeli ada dua alternatif jika transaksi jual beli sudah berlangsung. Pertama, mengembalikan barang yang dibelinya. Kedua meminta ganti rugi sesuai dengan nilai kerugian yang diderita. Sehingga akad yang dibuat sedari awal dapat batal jika barang yang dibeli tidak memiliki kesesuaian dengan iklan yang ditampilkan.
Akhirukalam baik atau tidaknya testimoni iklan semua kembali ke produsennya, Meski sudah ada landasan hukum yang mengatur pelarangannya. Jika masih tetap digunakan semoga segera ada tindakan dari pemangku kebijakan. Idealnya memang harus ada upaya untuk tetap menjadi konsumen cerdas. Teliti sebelum membeli bijak sebelum belanja.
Tulisan ini sempat di muat dj Times Indonesia Rubrik Kopi Time dengan judul yang sama.