Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Duka Lara Armada Truk Tua

3 November 2019   22:57 Diperbarui: 4 November 2019   20:50 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antrian masuk truk pengangkut tebu milik Industri Gula Glenmore di Desa Karangharjo Kecamatan Glenmore Banyuwangi. (Fareh Hariyanto/Kompasiana.com)

Panen raya tebu menjadi berkah bagi sebagian warga yang menggantungkan hidupnya dari perkebunan tebu, baik kebun milik negara maupun milik pribadi. Namun tak semuanya menganggap menjadi berkah, ada juga sebagian lain yang merasakan dampak yang berbeda dari hegemoni kegiatan itu.

Sejak medio Agustus 2019 bagi pengguna jalan yang sering melintas di jalur Gumitir perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Jember pasti sudah mahfum dengan lalu lalang truk pengangkut tebu. Baik dari Banyuwangi yang menuju ke wilayah Jember atau Situbondo, maupun arah sebaliknya dengan tujuan Industri Gula Glenmore.

Tak ayal kondisi tersebut kadang menyebabkan jalur perbatasan sering padat seiring meningkatnya volume kendaraan yang ada. Nahasnya tidak sedikit truk pengangkut tebu yang melintas memiliki kondisi kuarang laik dengan muatan yang berlebih. Terkadang batang-batang tebu juga ditemukan terjatuh dari bak truk sehingga dapat membahayan pengguna jalan lain.

Bahkan tidak sedikit insiden truk pengangkut tebu yang terguling saat melintas di jalur Gumitir. Selain kontur jalan dengan medan perbukitan, kelebihan muatan dan usai truk yang tidak lagi muda menjadi salah satu amsal penyebab insiden itu sering terjadi.

Aktivasi Jembatan Timbang
Segala cara terus dilakukan, bahkan sejak awal tahun ini, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Timur sudah mengupayakan sebanyak 20 jembatan timbang yang tersebar di seluruh wilayah kerjanya agar dioperasikan kembali.

Meski secara bertahap, namun upaya tersebut diharapkan bisa mengetahui beban dimensi muatan kendaraan yang akan melintas.

Mengingat meski di Kalibaru ada jembatan timbang namun peruntukannya sejak 2017 sudah berhenti beroperasi atas amanah UU 23 Tahun 2014, jembatan timbang yang sebelumnya dibangun Pemprov diambil alih oleh pusat. Tidak saja aset gedung, kewenangan mengelola saat itu juga beralih ke pusat.

Alih kelola tempat layanan jembatan timbang itulah yang dapat disinyalir berdampak serius, karna sejak itu tak satupun truk dan kendaraan yang berhenti di jembatan timbang untuk mengecek kapitas angkut mereka. Sehingga tidak ada aktivitas apa pun di tempat layanan untuk menghindari kelebihan tonase muatan di jalur Gumitir.

Sementara itu kondisi dibeberapa titik jalur juga mengalami kerusakan yang justru semakin membahakan saat truk sarat muatan itu melintas. Mesti tidak dipungkiri upaya pengaspalan ulang terus dilakukan namun karena topografi jalan pegunungan ditambah beban kendaraan yang melintas berlebih muatan, sehingga berakibat pada usia jalan yang tidak berumur panjang.

Pun begitu, penulis tidak menafikan jika ada juga truk pengangkut tebu yang mematuhi ambang batas muatan yang ditentukan namun hal itu tampak kecil jika dibandingkan temuan penulis dengan tingginya angka truk yang mengalami kendala di jalur itu.

Idealnya memang perlu adanya aturan tegas untuk meninjau kembali perizinan truk yang akan mengangkut tebu. Meski kadang izin masih aktif, namun praktik di lapangan berbeda dengan aturan yang ditentukan. Selain itu upaya lain dengan mengaktifkan kembali jembatan timbang yang ada di Kalibaru diharapkan juga bisa menjadi solusi.

Tentunya dengan catatan, pemangku kebijakan dalam hal ini Kementrian Perhubungan bisa menjamin jika tidak ada pungutan liar yang terjadi. Sehingga jika ada truk yang melanggar maka muatan akan diturunkan untuk nanti diangkut dengan armada truk lainnya.

Pengurangan Beban Jalan
Hemat penulis ada tiga upaya lain yang bisa dilakukan pemangku kebijakan untuk bisa meminimalisir kejadian serupa terulang kembali. Pertama, bisa mempercepat pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) yang hingga saat ini sudah sampai di Afdeling Pager Gunung di Desa Karangharjo Kecamatan Glenmore Banyuwangi.

Percepatan tersebut diharapkan bisa mengurangi beban jalan yang ditanggung jalur Gumitir karena hingga kini menjadi akses satu-satunya di wilayah Selatan Banyuwangi. Kedua, pihak perkebunan milik negara bisa bernegoisasi untuk penggunaan lahan yang ada. Mengingat Perkebunan Tebu Semboro yang terletak di Glenmore berada di bawah kewenangan PTPN XI sehingga hasil panennya dikirim ke Jember. 

Padahal di Glenmore memiliki IGG yang berada di bawah PTPN XII, alangkah baiknya jika keduanya bisa saling bersinergi guna meminimalisir kendaraan truk pengangkut tebu yang melintas di jalur Gumitir. Ketiga, perlunya peremajaan  armada truk yang digunakan guna meningkatkan keamanan dalam pengiriman tebu tersebut. 

Selain itu upaya dari pemilik armada juga bisa lebih bijaksana dalam mengangkut barang yang dibawa. Jangan hanya karena mengajar pundi-pundi rupiah saja sehingga menafikan segala aspek kesalamatan dalam berkendara. Terakhir, memang diperlukan sikap tegas untuk menindak segala pelanggaran guna terciptanya kelancaran di jalan raya utamanya jalur Gumitir tapal batas yang tak terbalas.

Tangkapan layar Opini Radar Banyuwangi. (Foto. Fareh Hariyanto)
Tangkapan layar Opini Radar Banyuwangi. (Foto. Fareh Hariyanto)

*Tulisan ini sempat dimuat di Radar Banyuwangi dengan judul yang sama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun