Mohon tunggu...
farah azzahro
farah azzahro Mohon Tunggu... Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hanya Karena Dia Tenang, Bukan Berarti Dia Tidak Berjuang. Trauma sering kali tidak terlihat, seperti luka yang tak pernah diobati namun diberi perban

21 Juni 2025   05:00 Diperbarui: 21 Juni 2025   04:06 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luka yang tak pernah diobati, namun diberi perban (Sumber: Pinterest)

Ketika yang melukai adalah rumah itu sendiri

Tidak semua luka tampak di permukaan. Ada seseorang yang tetap tersenyum, tetap terlihat kuat, tetap hadir seperti biasa padahal di dalam dirinya, ada sesuatu yang sedang ia pertahankan agar tidak runtuh.

Trauma tidak selalu berteriak. Terkadang, ia hanya diam, diam yang panjang, yang tidak meminta perhatian, hanya menunggu ruang untuk dipahami bukan untuk dihakimi. Mereka yang sedang berjuang sering kali tidak ingin dikasihani, mereka hanya ingin ditemani dalam sunyi, dalam sepi, dalam hari-hari yang terasa kabur dan melelahkan. Mereka tidak membutuhkan seseorang untuk menyelamatkan mereka. Mereka hanya butuh seseorang yang tidak pergi saat mereka tidak bisa menjelaskan apa yang sedang mereka rasakan.

Dan tidak jarang, luka itu justru datang dari seseorang atau sebagian orang yang seharusnya menjadi rumah teraman. Orang-orang yang mestinya melindungi, tapi justru meninggalkan jejak yang tak bisa hilang.

Itulah luka yang paling dalam. Tapi juga, luka yang paling ingin disembuhkan

Memahami trauma: luka yang tidak selalu terlihat, tapi terasa

Trauma bukan cuma soal kejadian besar yang menyakitkan, seperti kecelakaan, kekerasan, atau bencana. Kadang justru, trauma datang dari hal-hal kecil yang terjadi berulang-ulang seperti sering dimarahi tanpa tahu alasannya, merasa diabaikan, atau tumbuh di lingkungan yang membuat kita tidak merasa aman, tidak cukup, atau tidak layak dicintai.

Psikolog Dr. Gabor Mat pernah berkata, "Trauma bukan tentang apa yang terjadi padamu, tapi tentang apa yang terjadi di dalam dirimu akibat kejadian itu." Artinya, trauma bukan hanya tentang kejadian itu sendiri, tapi tentang bagaimana hal itu meninggalkan luka dan mengubah cara kita merasa, berpikir, dan memandang hidup.

Secara psikologis, trauma adalah respons dari pengalaman yang membuat seseorang merasa tidak berdaya, kewalahan, atau ketakutan secara fisik maupun emosional. Luka ini sering kali tidak terlihat dari luar, tapi tetap hidup di dalam tubuh dan pikiran kita. Ia memengaruhi cara kita melihat dunia, orang lain, bahkan diri sendiri.

Trauma dalam konteks keluarga sendiri bisa muncul dari banyak hal. Tidak harus selalu berupa kekerasan fisik. Terkadang, trauma juga datang dari orang tua yang tidak pernah benar-benar hadir secara emosional, dari kata-kata yang menyakitkan, dari perceraian yang tidak dibicarakan dengan baik, atau dari kebutuhan anak yang terus diabaikan. Ketika seorang anak tumbuh di lingkungan seperti itu, tubuh dan pikirannya akan terus siaga seolah-olah sedang menghadapi bahaya, padahal tidak. Oleh karena itu, mereka yang mengalami hal ini tumbuh dengan cara bertahan masing-masing: ada yang selalu berusaha menyenangkan orang lain, ada yang menarik diri dari lingkungan sosialnua, bahkan ada juga yang sering marah tanpa tahu akibatnya. Trauma dalam keluarga biasanya tidak selesai begitu saja. Ia tumbuh bersama kita, membentuk cara kita berpikir, merasa, dan menjalin hubungan. Banyak orang dewasa yang sulit percaya pada orang lain, merasa tidak pantas dicintai, atau sering cemas tanpa tahu sebabnya dan kadang, itu semua berakar dari luka yang sudah lama tidak dibicarakan.

Secara umum, trauma dibagi menjadi tiga :

  • Trauma akut: biasanya karena satu kejadian besar yang menyakitkan, seperti kecelakaan atau kehilangan orang tersayang.
  • Trauma kronis: trauma yang datang dari kejadian yang terus-menerus, misalnya dibully, dipermalukan, atau diabaikan dalam waktu lama.
  • Trauma kompleks: gabungan dari banyak pengalaman traumatis, terutama pengalaman tidak mengenakkan sejak kecil, yang biasanya didapatkan dari orang-orang terdekat seperti keluarga ataupun kerabat.

Sayangnya, masih banyak orang yang menganggap trauma itu berlebihan. Saat seseorang mengaku punya trauma, respons yang muncul seringkali, "Ah, masa segitu aja trauma?" Padahal tubuh kita tidak bekerja berdasarkan logika orang lain. Ia menyimpan rasa takut, bukan urutan cerita. Yang bagi orang lain kelihatan "biasa saja", bisa jadi adalah hal yang sangat menakutkan bagi seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun