Mohon tunggu...
Faradila Aulia Kurniawan
Faradila Aulia Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student of Public Health, Airlangga University

Currently Studies in Airlangga University, Major in Public Health

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Jiwa dan Mental Bukan Hal Tabu

27 November 2022   19:49 Diperbarui: 27 November 2022   19:57 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Angka kematian di Indonesia akibat bunuh diri masih sangat tinggi. Sebagian besar bunuh diri tersebut disebabkan oleh depresi. Tercatat setiap tahunnya terdapat 800.000 kasus bunuh diri. Sedangkan, peresentase kasus gangguan jiwa dan mental yang dapat ditangani hanya sekitar 9% dari total penderita. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan isu kesehatan jiwa dan mental masih sangat rendah.

Seseorang yang memiliki gangguan mental dianggap sebagai sebuah aib bagi keluarga atau masyarakat. Orang -- orang yang depresi dianggap sebagai hal yang tabu dan disangkut pautkan dengan kurangnya keimanan seseorang. Stigma seperti ini yang menyebabkan banyak dari penderita gangguan jiwa dan mental yang lebih memilih untuk menutup diri dari masyarakat dan bersikap tidak terjadi apa -- apa. Padahal, faktor orang -- orang bisa terkena depresi bukan hanya karena kurangnya keimanan, tetapi bisa disebabkan oleh faktor sosial, ekonomi, dan genetik.

Gangguan jiwa atau gangguan mental diartikan sebagai sebuah kondisi yang mempengaruhi perasaan, cara berpikir, pola berperilaku dan berinteraksi seseorang dengan orang lain. Pada tahun 2018, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mendapatkan data bahwa ada sekitar 19 juta masyarakat Indonesia berusia 15 tahun ke atas menderita gangguan mental dan 12 juta orang diperkirakan mengalami kondisi depresi. Gangguan jiwa dan mental ini bermacam -- macam jenisnya, mulai dari gangguan kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan makan, gangguan psikotik, dan gangguan suasana hati.

Faktor sosial ekonomi menjadi salah satu alasan terbesar seseorang menderita gangguan jiwa dan mental. Bagaimana tidak, situasi pandemi yang belum berakhir menyebabkan banyak dari masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Hal ini berdampak kepada faktor ekonomi seseorang. 

Sulitnya situasi dan keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan menimbulkan kecemasan dan stres di dalam diri seseorang. Hal ini tentu saja jika terjadi terus -- menerus berisiko meningkatkan angka bunuh diri akibat depresi.

Faktor sosial lingkungan juga mempengaruhi kondisi jiwa dan mental. Lingkungan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang kepada sekitarnya. Lingkungan yang baik dan positif tentu memberikan rasa nyaman kepada setiap individu untuk selalu berpikir positif. Dari pikiran yang positif ini akan membentuk jiwa dan mental yang sehat.

Faktor genetik sedikit banyaknya juga mempengaruhi gangguan jiwa dan mental. Orang yang mempunyai faktor genetik masalah gangguan kejiwaan lebih rentan mengalami gejala kecemasan daripada orang lain yang tidak punya faktor genetik gangguan kejiwaan dan mental. 

Gangguan jiwa dan mental yang berhubungan dengan faktor genetik salah satunya adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan jiwa dan mental yang paling sering terjadi di masyarakat dunia. Gejalanya ditandai dengan halusinasi, perubahan perilaku dan pola pikir. Seakan -- akan penderita skizofrenia ini kehilangan realitas dengan dunia nyata dan insight diri.

Kemunculan skizofrenia disebabkan oleh banyak faktor kompleks, seperti genetik dan lingkungan. Gen mempunyai peran penting pada pengidap skizofrenia. 

Skizofrenia ini bisa disebabkan oleh adanya variasi gen yang segmennya hilang atau terduplikasi. Variasi gen tersebut berisi jutaan DNA, ada beberapa yang diwariskan melalui keluarga, tetapi tidak menghilangkan kemungkinan variasi gen ini muncul secara spontan dalam diri individu. 

Studi genetik menunjukkan bahwa pada kembar monozigot, kasus skizofrenia terjadi dengan peluang 40 -- 50% apabila kembarannya mengidap skizofrenia. Sedangkan pada kembar dizigot, peluang terjadinya kasus skizofrenia turun hanya 10 -- 15%. Namun, perlu diingat bahwa faktor genetik tidak semata -- mata menjadi faktor utama penyebabnya. Faktor lingkungan yang meliputi prenatal (sebelum kelahiran), sesudah kelahiran, imigrasi, dan pola asuh juga menjadi faktor penyebab skizofrenia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun