Dr. Elissa Fory, seorang ahli saraf dari Henry Ford Health System menyatakan melalui email bahwa "Ini mengindikasikan virus dapat menyerang otak secara langsung dalam keadaan langka", sang pasien dalam kondisi kritis. Di saat yang sama, dokter mendiagnoasisi ensefalopati nekrotikans akut, sebuah penyakit komplikasi, dan terinfeksi virus lainnya. dilansir dari nytimes.com
Laporan awal
Dokter di Italia dan beberapa negara juga melaporkan tentang indikasi yang serupa, yaitu pasien COVID-19 yang mengalami stroke, kejang, serta gejala ensefalitis, pembekuan darah, mati rasa pada ekstremitas yang disebut dengan acroparesthesia.
Anehnya lagi, dalam beberapa kasus yang ditemukan, pasien menggigau sebelum demam atau penyakit pernafasan. Karena hal ini, Dr. Alessandro Padovani di Rumah Sakit University of Brescia membuka unit NeuroCovid untuk mengatasi pasien dengan kondisi neurologis.
Seperti dijelaskan di atas, pasien ensefalopati di Italia juga mengalami kebingungan, lesu, bingung, dan perilaku aneh dengan menatap ke awan, dan kejang-kejang. Dokter mengingatkan bahwa harus ada perawatan khusus untuk Pasien COVID-19 yang positif dan mengalami gejala ini, untuk mencegah terinfeksi lebih lanjut pada penderita lainnya.
Penelitian sedang dikembangkan ole Dr. Sherry H-Y. Chou, ahli saraf dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh, yang tergabung dalam tim perawatan Neurokritikal.
"Kami benar-benar perlu memiliki misi pencarian informasi, kalau tidak kami akan buta," kata Chou. "Tidak ada ventilator untuk otak. Jika paru-paru rusak kita dapat menempatkan pasien pada ventilator dan berharap untuk sembuh. Kami tidak memiliki alat tersebut pada otak. " dilansir dari laman nytimes.com
Sedangkan Dr. Robert Stevens, ahli saraf dari John Hopkins berpendapat lain:
"Kebanyakan orang terlihat bangun dan waspada, dan secara neurologis tampak normal," kata Dr. Robert Stevens, ahli saraf di Fakultas Kedokteran Johns Hopkins di Baltimore yang melacak pengamatan neurologis. dilansir dari laman online wechat M4Plus dan nytimes.com.
Pernyataan ini didukung oleh ahli neurologis yang menyatakan bahwa terlalu awal untuk menyatakan bahwa coronavirus baru mempengaruhi sistem neurologis.
Peneliti dari China juga menyatakan bahwa coronavirus tidak terbatas menyerang pada pernafasan, tapi juga menyerang sistem saraf pusat, para peneliti tersebut mengindikasikan bahwa hal tersebut berpotensi pada kegagalan pernafasan akut penderita.