Mohon tunggu...
Fantasia Imanda Putri
Fantasia Imanda Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Profil Baca

Musik, suka buat film pendek, suka foto-foto. Everything that makes me greater.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Menilas Surat Lama yang Hilang

15 November 2017   12:10 Diperbarui: 15 November 2017   18:54 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hatiku tergetar setelah mengetahui bahwa surat yang pernah ditulis kakek sempat-sempatnya hilang. Padahal pesan-pesan yang ada didalam surat itu begitu berharga buatku. Surat itu kudapati dari beliau waktu aku masih duduk di bangku sekolah. Beliau juga kala itu masih hidup dan nampak masih segar bugar. Surat? Apa yang kau tangkap dari sebuah surat? Kalimatnya yang indah, bahasa yang betul-betul baik, dan tentang sebuah rasa. Menulis surat pasti menggunakan perasaan, bukan? Apalagi pandai dalam perkataan. Aku pikir, seperti demikianlah surat kakek. Hanya saja aku menyayangkan surat itu yang hilang entah dikemanakan.

Yang aku ingat, beliau menulis dua buah surat. Satu surat itu tak cukup menyampaikan apa yang ada dikepalanya, apa yang ada dihatinya. Waktu itu aku sedang berdua dengan kakek. Beliau meminta dua buah kertas banyaknya, lalu meminta sebuah pena pula. Kemudian aku entah pergi kemana sehabis itu. Tak lama kakek datang menghampiriku, beliau memberikan dua buah surat yang sudah terisi penuh oleh tulisan-tulisannya. Beliau berpesan, jaga surat itu. Jaga surat itu untukmu dan masa depanmu. Waktu itu aku masih berusia tigabelas tahun, dan aku hanya mengiyakan saja. Tidak seperti sekarang. Sekarang aku bisa menyesali perbuatanku karena telah membiarkan surat itu pergi menghilang.

Surat itu sudah berusia belasan tahun. Aku masih ingat, surat itu berwarna hijau. Kertas yang diambil dari sebuah binder berukuran kecil. Aku juga masih ingat tulisan beliau yang memanjang, seperti tulisan orangtua jaman dulu. Seandainya surat itu ada ditanganku sekarang, alangkah bahagianya. Seandainya aku bisa membacanya saat ini juga, alangkah senangnya.

Meskipun surat itu sempat hilang, masih ada segelintir kata-kata yang aku ingat dalam surat itu. Beliau berpesan, mungkin ini sedikit koreksiku saja:  "Untuk cucuku tercinta, kejarlah ilmu setinggi langit. Jangan kau lupakan cita-citamu untuk membahagiakan dirimu dan untuk sesama. Jangan lupa belajar, karena belajar adalah kunci untuk meraih sebuah cita-cita"

Untuk kali ini aku benar-benar memaknainya dengan benar. Betapa beliau menyayangiku sebagai cucunya. Andai beliau masih hidup, andai beliau berada didekatku sekarang. Dunia tak lagi sama dengan yang dulu. Dulu semasa kecil mungkin aku bisa mengabaikannya, sekarang? Sungguh aku membutuhkan surat itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun