Dalam dunia yang serba cepat ini, tak banyak drama Korea yang benar-benar mampu menyentuh hati dan meninggalkan kesan mendalam. Namun, Twinkling Watermelon datang sebagai kejutan manis yang menyajikan lebih dari sekadar kisah cinta remaja atau drama keluarga. Ia adalah harmoni antara masa muda, musik, keterbatasan, dan harapan. Drama ini menunjukkan bahwa bahasa universal seperti musik mampu menyatukan dunia yang bahkan terlihat tak saling terhubung termasuk antara mereka yang mendengar dan mereka yang tidak mendengar.
Twinkling Watermelon berkisah tentang Ha Eun Gyeol, seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga tuli. Meski kedua orang tuanya tidak bisa mendengar, Eun Gyeol diberkahi bakat luar biasa dalam bermusik. Ia hidup dalam dua dunia, di siang hari ia adalah siswa teladan, dan di malam hari ia menjadi gitaris band bawah tanah. Namun titik balik terjadi saat ia secara misterius terseret ke masa lalu, ke tahun 1995 masa di mana ayahnya masih remaja.
Dari sinilah cerita berkembang dengan unik. Eun Gyeol bertemu dengan ayahnya versi muda, Ha Yi Chan, yang masih impulsif dan jauh dari sosok ayah penyayang yang ia kenal. Ia juga bertemu dengan tokoh-tokoh penting lain, termasuk Yoon Cheong Ah, gadis tuli yang kemudian menjadi ibunya di masa depan. Lewat perjalanan ini, Eun Gyeol tidak hanya berusaha kembali ke masa kini, tapi juga memperbaiki luka batin yang tak ia sadari selama ini.
Salah satu kekuatan utama drama ini terletak pada penggunaan musik sebagai elemen naratif. Musik bukan sekadar latar, tapi menjadi bahasa penghubung antara karakter, zaman, bahkan antara dunia dengar dan dunia sunyi. Penonton diajak memahami bahwa musik tidak harus didengar untuk bisa dirasakan. Beberapa adegan paling menyentuh justru hadir saat karakter tuli merasakan musik melalui getaran, mimik wajah, dan bahasa tubuh.
Drama ini juga cerdas dalam menyisipkan berbagai genre musik tahun 90-an, mulai dari rock alternatif hingga balada klasik Korea. Selain menghidupkan suasana masa lalu, musik-musik ini memperkuat emosi yang disampaikan karakter. Dalam banyak hal, Twinkling Watermelon menjadi bentuk penghormatan terhadap kekuatan musik sebagai sarana ekspresi yang inklusif.
Secara visual, drama ini mampu membedakan dua masa waktu dengan halus. Tahun 2023 ditampilkan dengan tone warna lebih dingin dan tegas, sedangkan tahun 1995 hadir lebih hangat dan nostalgik. Perpindahan waktu tidak pernah membingungkan, berkat penyutradaraan yang rapi dan sinematografi yang menyenangkan mata.
Akting para pemain pun patut diapresiasi. Ryeoun sebagai Eun Gyeol tampil meyakinkan, mampu membawakan peran sebagai remaja yang terjebak dalam kompleksitas emosional dan tanggung jawab besar. Sementara itu, Choi Hyun Wook yang memerankan Ha Yi Chan muda mencuri perhatian lewat karismanya yang ceria dan tulus. Tak ketinggalan, Seol In Ah dan Shin Eun Soo juga tampil memukau dengan karakter yang kuat dan berlapis.
Di balik semua elemen fantasi dan musik, Twinkling Watermelon menyampaikan pesan penting tentang komunikasi dan penerimaan. Drama ini menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk mencintai, bermimpi, dan berkontribusi. Ia juga menggugah empati penonton terhadap komunitas tuli, tanpa menjadikan mereka objek belas kasihan.
Salah satu kekuatan naskahnya adalah cara ia menyentuh tema keluarga, terutama relasi antara anak dan orang tua. Banyak dari kita mungkin merasa tidak mengerti orang tua kita, atau merasa tidak dimengerti. Tapi drama ini mengajak kita untuk memahami bahwa setiap orang punya latar belakang yang membentuk siapa mereka hari ini.
Twinkling Watermelon adalah paket lengkap yang menyenangkan sekaligus menyentuh. Ia membawa penonton tertawa, menangis, dan merenung. Bagi penggemar drama Korea, ini adalah salah satu tayangan wajib tahun ini. Dan bagi mereka yang belum pernah menonton drama Korea sekalipun, ini bisa menjadi awal yang manis.
Karena pada akhirnya, Twinkling Watermelon bukan hanya tentang perjalanan waktu atau musik. Ia adalah tentang bagaimana cinta, pengertian, dan keberanian bisa menyatukan dunia yang berbeda dan kadang, itu semua dimulai dari satu nada.