Mohon tunggu...
Faniardy Nur Tsabitah
Faniardy Nur Tsabitah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya berkontribusi untuk men-share tulisan

Semoga bermanfaat apa yang telah saya share.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran Bahasa Indonesia Tingkat Perguruan Tinggi, Upaya Implementasi Isi Bait Kegita Sumpah Pemuda

4 Desember 2021   16:31 Diperbarui: 4 Desember 2021   16:39 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 28 Oktober 1928 telah diikrarkan sumpah pemuda yang menjadi pedoman pemuda-pemudi Indonesia dalam membangun jiwa nasionalisme. Di dalamnya terdapat tiga bait yang berbunyi, pertama, Kami putra dan putri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedua, Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami putra dan putri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Pada bait terakhir menjadi acuan lahirnya bahasa Indonesia yang menjadi bahasa resmi negara Indonesia yang sebagaimana telah diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945.

Dikukuhkan dan diperjelas dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dengan demikian merujuk bahwa bahasa Indonesia tidak pula menjadi bahasa resmi, melainkan berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan bangsa, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah. Bahasa Indonesia telah membuktikan dirinya sejak tahun 1928 dengan sumpah pemuda sebagai alat yang mempersatukan bangsa Indonesia yang meliputi latar belakang budaya dan sosial yang sangat beragam. Salah satu cara mengembangkan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa adalah melalui institusi pendidikan. Oleh karenanya bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib dari mulai jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.

Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat 3 tentang kurikulum menyatakan bahwa kurikulum perguruan tinggi dikembangkan di setiap perguruan tinggi dengan mengacu pada Permenristekdikti Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Dari regulasi ini, semua perguruan tinggi wajib memuat empat Mata Kuliah Umum (MKWU), yang terdiri atas mata kuliah Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia yang menjadi satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan (Nurwardani, 2016:iii).

Pengguna bahasa Indonesia sudah seyogyanya mempunyai rasa bangga dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi sehari-hari. Selain itu sebagai warga negara Indonesia juga sudah seharusnya mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Minimal menanamkan rasa malu apabila tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Oleh karena itu bahasa Indonesia sudah sepantasnya dijaga dan dicintai.

Namun faktanya di lingkup perguruan tinggi misalnya sikap positif di dalam berbahasa belum sepenuhnya dimiliki oleh mahasiswa. Kesadaran untuk memiliki rasa setia, bangga, serta menjaga bahasa indonesia tampaknya masih sangat kurang. Hal ini disebabkan karena mahasiswa cenderung lebih percaya diri ketika menggunakan bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi terkadang masih dipandang remeh, anggapan tersebut muncul karena bahasa Indonesia sudah digunakan sebagai bahasa sehari-hari di dalam berinteraksi dan karena bahasa Indonesia sudah diajarkan sejak masih duduk di sekolah dasar. Sehingga muncul pandangan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia sudah tidak perlu diajarkan, padahal dua hal tersebut memiliki konteks yang berbeda.

Bait ketiga sumpah pemuda menjadi tonggak terciptanya bahasa pemersatu yang harus dilestarikan. Implementasi dari bait tersebut terlihat dari upaya perguruan tinggi mencantumkan bahasa Indonesia menjadi mata kuliah umum sesuai undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat 3. Dengan demikian bahasa Indonesia tidak hanya tercipta namun dikembangkan dan diajarkan.

Pengembangan upaya tersebut perlu dilakukan revitalisasi pembelajaran berbasis kritik permasalahan sosial tentang penggunaan bahasa Indonesia. Hal tersebut perlu dilakukan agar hakikat bahasa Indonesia tidak luntur dari segi nilai sejarah, nilai estetika, dan nilai sosial. Berdasarkan uraian diatas artikel ini difokuskan pada implementasi isi bait ketiga sumpah pemuda terhadap pembelajaran bahasa Indonesia pada tingkat perguruan tinggi. Adapun tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan implementasi isi bait ketiga sumpah pemuda terhadap pembelajaran bahasa Indonesia pada tingkat perguruan tinggi.

MAKNA BAIT KETIGA SUMPAH PEMUDA

Peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 menghasilkan tiga bait ikrar yang berisikan makna tersendiri. Di mana pada isi bait ketiga dari ikrar tersebut menyangkut bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sebelum ikrar sumpah pemuda dibacakan, para pemuda Indonesia dari berbagai kalangan daerah terlebih dahulu menggelar Kongres Pemuda II di Jakarta, pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Dalam kongres tersebut para pemuda secara tidak sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk bangsa Indonesia (Sugiono, 2011, p. 138). Dapat ditarik garis lurus bahwasanya para pemuda yang mengikrarkan sumpah pemuda telah bergeser dari "pola pikir daerah" (bahasa daerah) menuju ke "pola pikir nasional" (bahasa Indonesia) (Sudaryanto, 2017, p. 1-7).

Bunyi ikrar sumpah pemuda ketiga, "Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia." Di mana kata junjung tersebut bermakna mempertahankan bahasa persatuan Indonesia. Ikrar ini menggarisbawahi bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dicirikan sebagai bahasa yang digunakan dari kalangan masyarakat kecil hingga atas.

Di mulai dari bahasa Melayu yang dijadikan patokan terbentuk bahasa Indonesia yang di mana pada saat sebelum dilakukan ikrar sumpah pemuda bahasa Melayu ini menjadi bahasa yang diakui kedua setelah bahasa Belanda. Dalam hal ini bahasa Melayu menjadi cikal bakal perkembangan bahasa Indonesia banyak perubahan dari tahun ke tahun demi menemukan kebahasaan yang benar. Di samping itu juga menelaah pengucapan kosakata agar memudah komunikasi antar seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun