Jika saya menuju ke Rumah Sakit Al-Ikhsan, Bale Endah (sekarang bernama RS Welas Asih), saya akan melewati satu bundaran. Dari sana, 1 menit kemudian dengan berkendaraan saya sudah sampai di gerbang masuk rumah sakit tersebut.
Di salah satu sisi jalan dekat bundaran tersebut, berdiri sebuah tugu dengan tinggi sekitar 20 meter. Posisinya dasar tugu lebih tinggi beberapa meter dari permukaan jalan. Jika kita menaiki tangganya, kita akan sampai di teras tugu dengan 8 pilar penyangga tugu. Setiap pilar berisi relif timbul menggambarkan adegan perjuangan melawan kolonilisme dan agresi militer sekutu pasca kemerdekaan.
Hanya sebuah tugu sedikit kusam, tipikal tugu bersejarah yang kurang terawat.
Namanya Tugu Juang Siliwangi atau beberapa orang menyebutnya Tugu Juang Bale Endah.
Satu pagi, istri saya harus kontrol rutin ke dokter di Rumah Sakit Welas Asih. Karena jadwalnya bersamaan dengan jadwal ibu mertua saya ke dokter yang sama, jadi saya tinggalkan mereka berdua di ruang klinik setelah memastikan jadwal dan proses pendaftaran tidak ada masalah.
Saya keluar dari kawasan rumah sakit, niat awal mencari warung sekadar minum kopi. Tadi, pagi sekali kami berangkat dan saya tidak sempat memulai pagi dengan layak.
Tapi pandangan saya tertuju ke Tugu Juang, berjarak sekitar 3 menit berjalan kaki dari tempat saya berada. Tampak Tugu Juang Siliwangi menjulang tinggi, baru saja diterpa cahaya matahari pagi. Saya tergerak menuju kesana. Sepertinya ini waktu tepat untuk melihatnya dari dekat, memasukinya, setelah sekian tahun saya hanya melalui nya saja.
Memasuki area tugu, saya lewati pagar tak berpintu di bagian jalan masuk. Gerobak pedagang dan bangku peralatan berjualan, entah milik siapa, berada di bagian luar tugu.Tanah dihiasi rumput ilalang tidak berpola, dan daun kering di tanah setelah dihempas angin dan hujan.
Lalu saya naiki tangga untuk mencapai teras dengan pilar yang menopang tugu dengan simbol senjata Kujang di puncaknya. Di dindingnya, dengan tulisan timbul bertuliskan plakat peresmian bertanda tangan Gubernur Jawa Barat dan Pangdam Silihwangi saat itu. Tugu ini ternyata diresmikan tahun 1975, setengah abad sudah usianya.Semakin memerhatikan setiap jengkal area tugu, semakin terlihat ketidakterawatannya.
Bandung Selatan, terutama kawasan Bale Endah adalah ibukota priangan, sebelum akhirnya dipindah ke Bandung sekitar tahun 1810. Jika tidak, maka tidak ada lagu mars Halo Halo Bandung, yang liriknya berbunyi ".. halo halo Bandung ibu kota priangan.."
Bandung Selatan, memiliki kisah heroik ketika masa revolusi pasca pendudukan Jepang. Belanda dan tentara sekutunya, ingin mengembalikan lagi posisi Bandung sebagai ibukota kolonialisme Belanda di priangan. Peristiwa ini kita kenal dari buku sejarah, sebagai peristiwa Bandung Lautan Api pada tahun 1946.
Saat itu, Bandung menjadi titik pusat konflik antara tantara sekutu dan pejuang Indonesia. Para militer dari Bandung Selatan yang tergabung dengan Barisan Rakjat dan Hizbullah berperang disana. Kota Bandung terbakar, dan masyarkat sipil mengungsi ke berbagai tempat yang salah satunya adalah menuju ke Bandung Selatan termasuk kawasan Bale Endah.
Jadi Tugu yang berdiri saat ini, bagi kita hanya bangunan tua yang sudah tidak menarik untuk menjadi latar selfie para konten kreator. Tapi mengapa tugu itu berada disana, itu lebih penting dari sekadar bangunan tua tak terawat.
Tugu itu mengingatkan kita pada perjuangan para tetua Bandung Selatan di masa perjuangan kemerdekaan. Bukan saja perjuangan dengan senjata, tapi tentang semangat bertahan hidup, saling mengasihi, saling menjaga, dan berjuang melewati masa sulit bersama-sama.
Tidak bisa disalahkan jika masayarakat Bandung Selatan hanya melewati tugu ini tanpa melirik atau mengingat nilai dibaliknya. Warga Bandung Selatan memiliki perjuangannya sendiri saat ini. Mereka harus berjuang menembus banjir yang kerap menghadang jika hujan tiba. Perjuangan nya saat ini bukan tentang bertahan hidup, dan menjadi rakyat berdaulat. Mereka hanya ingin segera sampai ke rumah berkumpul bersama keluarga, dan itu sulit karena banjir kerap menghadang.
Fan Fan F Darmawan,
Bandung, Agustus 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI