Dilema label "Hamas: pahlawan atau teroris" tidak dapat dipisahkan dari konteks kolonialisme Israel
Tulisan ini mengkaji dilema labelisasi Hamas sebagai "teroris" di mata Barat dan Israel versus "pahlawan perlawanan" di mata rakyat Palestina.Â
Pertanyaan utama adalah: apakah tindakan Hamas semata-mata kriminal, ataukah merupakan konsekuensi logis dari kolonialisme Israel yang berwujud perampasan tanah, pemukiman ilegal, dan blokade Gaza?Â
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif melalui pendekatan studi kolonialisme, hukum humaniter internasional, dan studi konflik kontemporer.Â
Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun Hamas telah melakukan pelanggaran hukum perang melalui serangan indiscriminatif, akar kekerasan tetap bersumber pada penjajahan struktural Israel.Â
Dengan demikian, label "teroris" tidak bisa dipahami secara tunggal, melainkan sebagai konstruksi politik yang mengabaikan konteks kolonial.
Pendahuluan
Konflik Israel--Palestina merupakan salah satu konflik paling panjang dan kompleks dalam sejarah modern.Â
Sejak peristiwa Nakba 1948, lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari tanah mereka dan puluhan ribu rumah dihancurkan. Israel tidak berhenti pada perampasan awal tersebut, melainkan memperluas wilayah melalui pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang jelas melanggar Resolusi PBB 242, 338, dan 2334.
Dalam konteks inilah Hamas muncul pada 1987, sebagai reaksi atas pendudukan militer dan kegagalan jalur damai.Â
Namun, Hamas segera dicap "organisasi teroris" oleh Israel, AS, dan Uni Eropa. Sebaliknya, rakyat Palestina menilai Hamas sebagai garda terdepan yang berani melawan penjajahan.Â