Memicu kekhawatiran pembengkakan beban fiskal negara, pelanggaran prinsip-prinsip HAM, dan rawan dimanipulasi demi kepentingan jangka pendek elit tertentu
Usulan perpanjangan usia pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia hingga 70 tahun menuai polemik luas di berbagai kalangan.Â
Di satu sisi, usulan ini tampak sebagai respon terhadap peningkatan usia harapan hidup dan kebutuhan sumber daya aparatur negara yang profesional dan berpengalaman.Â
Namun, di sisi lain, kebijakan ini memicu kekhawatiran tentang membengkaknya beban fiskal negara, stagnasi regenerasi birokrasi, serta pelanggaran prinsip-prinsip hak asasi manusia yang terkait dengan kesejahteraan kerja.
Tinjauan Hukum dan HAM Internasional
Dalam konteks hukum internasional dan hak asasi manusia, keputusan memperpanjang usia kerja perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR), terutama pasal 7 yang menjamin hak atas kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, termasuk istirahat dan waktu pensiun yang layak.
Perpanjangan usia kerja tanpa perlindungan sosial yang memadai dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip keseimbangan antara produktivitas dan martabat manusia.Â
Dalam Universal Declaration of Human Rights (Pasal 25), hak atas jaminan sosial dan kesejahteraan di usia tua disebutkan secara eksplisit.
Studi Banding Internasional
*Singapura:Â
Memberlakukan usia pensiun 63 tahun, namun banyak lansia tetap bekerja sebagai tenaga kontrak karena kultur produktivitas tinggi dan sistem pensiun yang minimal.Â