Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Praktisi Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bukan Robot, Karyawan Juga Manusia

30 Agustus 2021   08:11 Diperbarui: 30 Agustus 2021   08:31 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi robot dan manusia (pic: hrmasia.com)

Meskipun bekerja keras  sering dijadikan alasan bagi perusahaan untuk melanggar jam kerja karyawan, namun pengusaha tetaplah wajib mematuhi sistem jam kerja nasional yang telah ditetapkan pemerintah, sebab karyawan bukan robot, mereka berhak beristirahat dan bersosialisasi dengan keluarganya

Bukan hal mengherankan bila di seluruh dunia saat ini sedang dilanda gila kerja, ketatnya persaingan di bidang ekonomi telah membuat dunia bisnis seakan tidak bisa istirahat sedetikpun. 

Ketatnya persaingan yang dihadapi, terlebih sebuah  ketakutan akan larinya pelanggan ke competitor lain, membuat semua perusahaan dituntut terus-menerus bekerja 24 jam tanpa henti, sehingga jam kerja yang gila-gilaan ini telah dianggap sebagai kerja keras yang wajar.

Seringkali perusahaan melupakan bahwa karyawannya bukan robot yang bisa terus menerus dipakai tanpa henti, namun dengan sistem shift tanpaknya hal itu kembali dianggap normal. 

Sistem shift yang berlaku di kantor pusat dengan karyawan berjumlah banyak mungkin bukan masalah besar, namun bagi mereka yang bekerja di daerah, nampaknya perusahaan menutup mata tentang itu, sehingga terkadang sering dijumpai karyawan-karyawan di daerah harus ekstra kerja lembur tanpa pergantian dengan siapapun karena tidak ada penggantinya, bahkan bisa jadi tanpa uang lembur.

Nombok dan kerja ekstra keras

Sudah jamak terjadi pegawai sebuah perusahaan besar yang ditempatkan di daerah, atau memang juga putra daerah, kerap harus bekerja sesuai tuntutan perusahaan tanpa adanya pergantian tugas atau shift karena tidak adanya karyawan pengganti. Bahkan bukan hanya masalah pekerjaan, tapi juga untuk pengeluaran kantor , mereka harus nombok dahulu. Tak jarang mereka tekor karena salah hitung, ataupun karena tak ada print out sebagai tuntutan perusahaan saat membeli keperluan, akibatnya kantor tidak mau tahu dan tidak mau mengganti. 

Kejadian seperti ini sering dijumpai di daerah, misalnya seorang karyawan yang uang bensinnya tidak diganti karena tidak memiliki print out akibat membeli bahan bakar di  pinggir jalan. Atas nama ketertiban, atau boleh jadi kecurigaan, bagian administrasi keuangan perusahaan tak mau tahu, tak ada bukti tak ada ganti, bisa ditebak karyawan cilik cuma menangisi uang yang telah dia keluarkan, yang baginya sangat berarti.

Bisa dimaklumi bila perusahaan mengambil tindakan seperti di atas, mungkin karena sebelumnya pernah terjadi karyawan-karyawan curang yang akal-akalanan memark up pengeluaran kantor. Tapi haruskah gara-gara kelakuan karyawan sontoloyo, malah justru karyawan jujur menjadi korban?

Diperlukan sistem deteksi kejujuran yang diterapkan di perusahaan, sehingga perlakuan terhadap karyawan tidak "gebyah uyah", berapa sih arti pengeluaran karyawan jujur yang seupil dibanding keuntungan perusahaan?

Namun kenyataan di lapangan, karyawan sering hanya berani terima nasib, sebab 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun