Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bukan Robot, Karyawan Juga Manusia

30 Agustus 2021   08:11 Diperbarui: 30 Agustus 2021   08:31 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi robot dan manusia (pic: hrmasia.com)

Karoshi dan 996

Kegilaan waktu kerja bagi workaholik bukanlah satu masalah besar, namun bagi mereka yang sudah berada pada titik kelelahan dan kejenuhan, pemaksaan jam kerja di luar kepatutan aturan waktu kerja, justru akan menjadi beban mental dan moral yang akan memicu stres, bahkan yang paling gawat adalah bunuh diri, hal itulah yang saat ini banyak terjadi di Jepang dan di China.

Bukan hal baru bila Jepang adalah negara dengan etos budaya kerja paling disiplin dan terkesan gila gilaan, bahkan sebagian pekerja disana memiliki julukan gila kerja. Bagi mereka yang menolak hal tersebut, sudah pasti tersisih oleh persaingan kerja, sehingga dengan sangat terpaksa, mereka mengikuti budaya Karoshi tersebut. Namun saat kelelahan memuncak padahal tuntutan kerja meningkat, maka akan memicu tingkat stres tertinggi yang memicu perasaan tak berguna dan ketakutan tidak dipekerjakan lagi jika berhenti melakukannya, akibatnya keinginan bunuh diri menguat karena rasa tak berdaya.

Demikian pula yang terjadi di negara Tirai Bambu, China. Setelah mengalami kemajuan ekonomi pesat dibanding negara lain, hingga kemudian berubah menjadi raksasa ekonomi dunia setelah Amerika. China benar-benar berpacu melawan waktu, bahkan kabarnya demi mengejar target ekspor ke luar ngeri, barang barang itupun diproduksi saat masih di atas kapal pengangkutan.

Budaya gila kerja di China dikenal dengan julukan 996, kerja lembur ekstrem yang dimulai jam sembilan pagi, berakhir jam sembilan malam, selama enam hari dalam seminggu. Bahkan Pengadilan Tinggi China sendiri khawatir dengan budaya kerja perusahaan di negaranya karena dianggap melanggar aturan ketenagakerjaan, sehingga mengeluarkan peringatan terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar, perusahaan rintisan atau start up, serta perusahaan swasta lain, sebagaimana dikutip dari CNN (28/8/2021).

Pengadilan bertindak tegas karena pada Januari lalu, dua karyawan perusahaan e-commerce Pinduoduo meninggal,  salah satunya bunuh diri akibat perusahaan menerapkan jam kerja berlebih terhadap pekerjanya.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Mungkinkah memiliki kemiripan dengan Jepang dan China? Adakah karyawan yang stres dan kelelahan karena harus mati-matian bekerja tanpa istirahat selama sepekan?

Meskipun bekerja keras  sering dijadikan alasan bagi perusahaan untuk melanggar jam kerja karyawan, namun pengusaha tetaplah wajib mematuhi sistem jam kerja nasional yang telah ditetapkan pemerintah, sebab karyawan bukan robot, mereka berhak beristirahat, bersosialisasi dengan keluarganya, dan liburan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun