Mohon tunggu...
Farid Mamonto
Farid Mamonto Mohon Tunggu... Freelancer - Nganggur aja

Senang bercanda, sesekali meNUlis suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manado, Kenangan, dan Pilihan-pilihan

27 Desember 2020   10:31 Diperbarui: 27 Desember 2020   10:47 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Lorong kos kendari

Pagi ini cerah meski kita harus kembali berpisah. Manado terlalu banyak kenangan.
Kapan-kapan pasti akan kembali saya kunjungi, itu pasti.

Ada banyak sahabat, suka, dan duka. Masih tersimpan rapih. Gorengan yang menjadi saksi, kopi menjadi penghangat. Ketika bunyi dari dalam perut bersaut-sautan, dan malam yang dingin kita habiskan untuk mengobrolkan hal-hal aneh, tidak di obrolkan anak-anak seusia kita pada umumnya.

Meski, sebagian telah menuntaskan kuliah, memilih jalan yang di pilih oleh banyak orang. Padahal, semasa kita duduk di semester-semester awal, kita pernah mendiskusikan bahkan mendebat kawan-kawan lain yang "menyembah" selembaran kertas ijazah.

Ketika pendidikan hanya menjadi tempat pemupukan "budaya bisu" dan memperpanjang antrian pengangguran.

Kita pernah sejauh itu, melawan kemapanan kampus: menggunakan kemeja rapih, celana kain, potongan rambut klimis, menggunakan sepatu, dsb.

Satu lagi, "kuliah yang rajin, ingat orang tua di rumah". Itu kalimat paling mapan yang selalu di ulang-ulang oleh dosen yang sudah mulai lupa mau menyampaikan konten perkuliahan.

Sehari-hari kita pernah lebih memilih duduk di kantin-kantin kampus ketimbang masuk kelas perkuliahan. kita pernah menerobos aturan yang telah mapan itu, rambut yang panjang, celana sobek-sobek, menggunakan sendal, sementara pakaian kaus dan atau kemeja kucel.

Kita menolak hidup dari devinisi-devinisi orang lain. Kita ingin hidup dengan apa yang kita percaya. Bahwa kuliah, bukan soal pakaian, dan ijazah.

Kita mempercayai, "belajar" harus menembus batas-batas itu.

Pagi ini, kembali saya berusaha mengais satu-persatu kenangan, pengalaman bernilai itu. Meski masih akan panjang, mereka sudah lulus, sementara saya dan beberapa yang lain masih terlalu nyaman. Melawan zona nyaman.

Artinya, kita masih akan bergelut dengan banyak hal yang tidak di obrolkan dan di perjuangkan oleh sahabat-sahabat yang telah berorientasi profit, kerja itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun