Perayaan hari raya Idul Fitri memang lekat dengan tradisi budaya dan agama. Tradisi itu sudah ada sejak lama dan dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat. Dalam masyarakat jawa dikenal istilah Kupatan yaitu membuat kupat seminggu setalah lebaran (hari raya ke-8). Nantinya kupat yang dibuat akan dimakan bersama-bersama dengan sanak saudara dan juga dibagi-bagikan tetangga terdekat. Konon tradisi kupatan ini pertama kali diperkenalkan oleh Raden Mas Said atau lebih kita kenal sebagai Sunan Kalijaga ketika dirinya menyebarkan islam di tanah jawa. Sunan kalijaga memang senang mengakulturasikan kebudayaan dalam dakwah islamnya.Â
Secara sosiologis, tradisi kupatan  mengajarkan kita pentingnya berkumpul bersama dan menjaga tali silaturahmi antar anggota keluarga serta momen berbagai antar sesama. Tidak diketahui persis kapan mulai tumbuh dan berkembangnya tradisi kupatan, namun kupatan ini memiliki makna filosofis tersendiri sehingga tetap dilestarikan hingga sekarang.Â
Secara bahasa Kupat berasal dari akronim kata ngaku lepat yang artinya mengaku salah. Dalam hari raya Idul Fitri adalah momen dimana orang-orang saling mengaku salah dan meminta ampunan terhadap kesalahannya. Hal itu mempunyai makna bahwa dalam hidup manusia pasti memiliki kesalahan dan dosa baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, untuk itu dengan kerendahan hatinya manusia harus mau meminta maaf dan juga memaafkan kesalahan orang lain.
Lewat bentuk dan isi ketupat manusia dapat mengambil nilai-nilai filosofis yang dapat digunakan untuk mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat. Pertama, ketupat dibentuk dari janur yang dianyam. Janur dalam bahasa arab berarti Ja a Nur (telah datang cahaya).Â
Pesan yang dapat diambil dari ketupat yang berasal dari janur yang dianyam adalah kehidupan manusia ini selalu masalah yang berliku-liku bagaikan anyaman janur pada ketupat, untuk melewati setiap masalah tersebut manusia telah diberikan rahmat(cahaya) berupa akal pikiran yang membantunya untuk mengatasi masalah yang sedang dialaminya. Untuk itu penting bagi manusia untuk belajar ilmu pengetahuan dan menggunakan akal pikiran sebaik-baiknya untuk kemaslahatan bersama. Jadi manusia tidak boleh berhenti belajar dan tidak boleh berhenti berpikir.Â
Kedua, ketupat memiliki bentuk bujur sangkar (segi empat) yang menyerupai bentuk hati manusia. Dalam momen hari raya Idul Fitri dimana saling memaafkan antara satu sama lain, menjadikan manusia kembali dalam fitrahnya (keadaan suci). Kembali dalam keadaan suci membuat hati manusia harusnya terbebas perasaan iri dan dengki.Â