Selain kritik terhadap potret mahasiswa saat ini, hal lain yang bisa ditemui dalam buku ini menggambarkan bahwa dunia pendidikan tinggi di Indonesia sekarang tidaklah seindah yang dibayangkan. Dunia kampus kini terkesan tidak memberi ruang kebebasan bagi tumbuhnya mimpi-mimpi besar.Â
Dunia kampus saat ini sulit menoleransi pembangkangan, dan berisi banyak aturan yang membelenggu kebebasan.
Mahasiswa terlihat seperti domba yang digiring sesuai dengan keinginan aparat kampus. Kadang dipakai untuk pasukan laga yang punya tujuan untuk memenangkan lomba, kerapkali juga jadi kawanan massa yang digiring untuk mendukung sebuah acara.
 Jika keinginan kampus tidak dikehendaki, pidana drop out (DO) siap menghantui. Inilah sedikit uraian keresahan Eko Prasetyo tentang keadaan kampus saat ini.
Selain hal di atas, buku yang seharusnya menjadi bacaan wajib seluruh mahasiswa di Indonesia ini juga mendorong agar setiap mahasiswa memberikan diri untuk terjun dalam dunia organisasi-organisasi kampus maupun organisasi ekstra.Â
Karena pada dasarnya, baik disadari atau tidak, oganisasi dapat membentuk karakter, kerangka berpikir, sikap kritis, dan jiwa kepimpinan mahasiswa yang nantinya akan berguna bagi kelangsungan hidup dimasa yang akan datang. Melalui organisasilah mahasiwa memiliki arti yang sesungguhnya. Hal-hal yang tidak mampu diajarkan di bangku kuliah terkadang seringkali di dapat melalui kegiatan di organisasi.
Disinilah pentingnya buku ini untuk di baca, tidak hanya oleh kalangan aktivis mahasiswa saja, tetapi baik juga bagi mahasiswa umum lainnya maupun para anak muda yang kelak akan menjadi mahasiswa.Â
Selain kaya akan pengalaman, motivasi dan imajinasi, kita juga diajak untuk menapaki luasnya persoalan sosial yang membutuhkan peran mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) untuk menyeselesaikannya.
Membaca buku ini serasa menghirup kembali pesan sang penyair yang seakan hilang. Widji Thukul; Hanya Ada Satu Kata, Lawan!.