Mohon tunggu...
Fajar Hekmatyar
Fajar Hekmatyar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Anggota kelompok 61 Pengabdian Masyarakat Oleh Mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelombang 14.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendampingan Belajar di Masa Pandemi sebagai Pemutus Kesenjangan Akademik

19 September 2021   15:46 Diperbarui: 19 September 2021   15:51 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok PMM dengan anak-anak peserta pendampingan belajar (Dokpri)

Pandemi covid-19 memaksa kita untuk menyesuaikan pola tingkah laku sehari-sehari. Masyarakat "dipaksa" untuk tetap melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik sembari menjaga supaya penularan virus covid-19 tidak merajalela. Hal tersebut tentunya sangat bertolak belakang, dimana rumus utama dalam pengandalian angka penularan covid-19 adalah menjaga jarak (phisycal distancing). Mau tidak mau kita dipaksa untuk mengurangi bahkan kalau bisa sama sekali tidak melakukan kontak dengan orang lain demi menghindari virus covid-19.

Aktivitas-aktivitas yang selama ini mensyaratkan pertemuan banyak orang seperti kegiatan olahraga, pekerja pabrik, pekerja kantoran, kegiatan peribadatan, aktivitas belajar mengajar di sekolah maupun universitas, dan lain sebagainya terpaksa harus ditiadakan, atau jika memungkinkan dilakukan secara daring (online). Hal itu dilakukan demi memutus rantai penyebaran virus covid-19.

Terkhusus mengenai kegiatan belajar mengajar, pemerintah menganjurkan untuk dilakukan secara daring, atau dalam masyarakat dikenal dengan istilah sekolah online. Sekolah online memaksa murid, guru, mahasiswa, dosen, serta para pengajar memindahkan ruang kelas mereka ke dunia maya. Ruang kelas yang awalnya dibatasi dengan tembok dan jendela, kini dibatasi dengan sinyal dan kuota. Suatu hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Sekolah menjadi sebuah hal baru yang terpaksa diterima, seperti hal-hal baru yang lain, sekolah online bukan tanpa kendala. Keluhan-keluhan mulai dari kendala sinyal, membuat para murid menjadi malas belajar, sakit mata, banyaknya tugas dan kurangnya waktu bermain, dan lain sebagainya.

Kendati bayak keluhan yang menyertai mau tidak mau murid, guru, dan wali murid dipaksa untuk beradapatasi dengan sekolah online. Ada dua adaptasi yang paling umum yang harus dilakukan, khususnya untuk murid dan wali murid. Yang pertama, murid harus beradaptasi untuk aktif dan mandiri guna memahami materi pembelajaran yang diberikan. Sedangkan adaptasi yang kedua menyasar wali murid, dimana wali murid harus menjadi pendidik dalam bidang akademik anak mereka masing-masing.

Jika dilihat secara sosiologis, sebenarnya tidak ada yang aneh jika orang tua menjadi pendidik dalam bidang akademik anaknya. Hal tersebut karena keluarga ada sumber sosialisasi primer dalam proses sosialisai anak-anak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh sosiolog Peter L. Berger dan Luckman yang membagi sosialisai menjadi dua, yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Berger dan Luckman menjelaskan bahwa sosialisasi primer merupakan sosialisasi pertama yang terjadi di masyarakat yang dilakukan oleh Lembaga keluarga. Sedangkan untuk sosialisasi sekunder adalah sosilisasi yang dilakukan di luar lingkungan keluarga seperti teman sebaya, sekolah, dan lain sebagainya. Kendati "tempat" sosialisai berbeda, apa yang disosialisasikan cenderung sama yaitu nilai-nilai moral, kesopanan, budaya, agama.

Akan tetapi masalah bukan pada peran orang tua (keluarga), tetapi lebih kepada peran berlebih orang tua (keluarga). Di sisi lain orang tua harus mengambil alih peran pendidik akademik disamping juga berperan sebagai penyuplai kebutuhan sang anak. Tentunya hal tersebut akan mencipatakan gap atau kesenjangan karena tidak semua orang tua murid (bahkan ada murid yang kemungkinan sudah tidak memiliki orang tua) punya waktu untuk menjadi pendidik akademik sang murid ketika mereka sekolah online.

Atas dasar masalah di atas, kelompok 61 Pengabdian Mayarakat oleh Mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelombang 14 melakukan program pendampingan belajar anak-anak dimasa pandemi. Kegiatan PMM kelompok 61 dilaksanakan di di Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, lebih tepatnya dilakukan di RW/RT 01/01. Kegiatan pendampingan belajar ini dilakukan selama tiga minggu yang setiap minggu dilakukann sebanyak tiga hari, dan masing-masing berlangsung selama tiga jam.

Pendampingan belajar yang dilakukan kelompok 61 PMM UMM gelombang 14 tersebut menyasar anak-anak sekolah usia sekolah dasar. Pemilihan sasaran berupa anak sekolah dasar bukan tanpa alasan, pertimbangan yang dilakukan oleh kelompok adalah karena pada usia tersebut masih belum bisa ditinggal sendirian untuk belajar. Usia-usia tersebut masih sangat perlu untuk pendampingan dalam proses-proses belajar, utamnya yang bersifat akademik. Di sisi lain para orang tua seolah mendapatkan beban tambahan---disamping bekerja dan mengurus rumah---untuk menginternalisasikan nilai-nilai akademik yang selama ini dilakukan oleh sekolah.

Pada akhirnya program pendampingan belajar yang dilakukan kelompok 61 Pengabdian Mayarakat oleh Mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) gelombang 14  bertujuan untuk membantu anak-anak Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang khususnya anak-anak usia sekolah dasar yang bertempat tinggal di RW/RT 01/01 dalam pembelajaran daring guna meningkatkan kreatifitas dan keaktifan belajar serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan selama proses pembelajaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun