Mohon tunggu...
Fajar MaulanaNasution
Fajar MaulanaNasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan

Hobi saya membaca apa saja, baik yang tampak maupun yang tak tampak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Psikologi Kultural Masyarakat Indonesia Berdasarkan Teori Psikologi Adler

29 November 2022   14:10 Diperbarui: 29 November 2022   14:13 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia dewasa ini terjadi secara beruntun menimbulkan berbagai perubahan stigma secara signifikan. Tragedi penonton sepakbola di Stadion Kanjuruhan, Aksi tawuran antar pelajar, Pembunuhan polisi, dll. Sangat wajar apabila analisis yang diberikan terhadap penyebab terjadinya peristiwa ini adalah dikarenakan adanya karakteristik psikologi yang saling bertentangan atau bahkan mengalami gangguan psikologi (mikro dan makro) antar pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan konflik tersebut.

Apabila sebab ini kita perdalam lagi, maka sepertinya ada yang salah dengan fenomena psikologi masyarakat Indonesia secara kultural. Bisa jadi, ada budaya buruk yang telah dinormalisasi, budaya baik yang telah bergeser menjadi budaya yang buruk, dll. Sehingga, menyebabkan psikologi masyarakat Indonesia secara marginal telah terpengaruh oleh budaya-budaya ini. Bukan berarti bahwa budaya Indonesia itu salah atau harus dihapuskan, namun budaya ini perlu disaring dan dievaluasi dengan tidak menghilangkan nilai-nilai orisinil berdasarkan sejarah budaya tersebut dalam masyarakat Indonesia.

Ada banyak sekali teori psikologi yang terkemuka, dua diantaranya adalah teori psikologi Freud dan teori psikologi Adler. Yang mana keduanya sering dibanding-bandingkan karena ada beberapa pernyataan yang secara kontekstual saling bertentangan. Teori psikologi Adler menjadi satu pembahasan khusus sebagai acuan analisis di dalam artikel ini. Satu tafsiran teori kontroversial yang dikemukakan dalam teori psikologi Adler adalah tentang “segala permasalahan (sosial) berasal dari hubungan interpersonal”.

Pada akhirnya, dalam satu peristiwa tertentu berupa konflik, permasalahan, dll. Biasanya, pada permulaan, tidak akan ada yang mengakui kesalahan dan selalu menganggap kebenaran hanya menjadi milik perorangan demi membela diri dari tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya. Sampai pada beberapa proses peninjauan lebih lanjut, barulah kemudian ada yang mengakui kesalahannya dan merasa bersalah atas tindakannya. Pembahasan terhadap hal ini terdapat bahasannya di dalam teori psikologi Adler. “Awal dari peperangan adalah merasa benar. Dan secara beruntun akan melahirkan balas dendam.”

Merasa benar akan mengimplikasikan bahwa yang lain akan bernilai salah. Yang mana, jika disampaikan dengan tidak benar, akan menyebabkan konflik interpersonal seperti emosi yang melunjak (marah), emosi menghindar (ngambek), dsb. Yang kemudian, akan mengundang pengaruh dualisme persepsi masyarakat sekitarnya. Keterbukaan informasi dewasa ini juga turut mengundang masifnya konflik tersebut dapat terjadi. Maraknya ujaran kebencian, hujatan, komentar yang mengandung unsur SARA, dll di media sosial saat ini menambah pengaruh yang besar terhadap ruang budaya masyarakat dalam menanggapi segala peristiwa/fakta yang telah terjadi.

Setelah konflik interpersonal, yang baru merupakan awalan, balas dendam pun akan mengiringi kelanjutan hubungan interpersonal mereka. Walaupun secara terbuka, dendam ini tidak kelihatan secara eksplisit. Namun, luapan emosi yang kita gunakan dalam menanggapi pihak lain akan terus mempengaruhi hubungan tersebut. Terlebih, emosional manusia akan memperkuat memori ingatannya sehingga akan melekat dalam waktu yang lama seiring dengan keberadaan objek yang terlibat dalam timbulnya pertama kali luapan emosi tertentu.

Meskipun kebanaran akan terungkap, pembenaran demi pembenaran akan selalu ada. Sebelum, selama dan sesudah menjalani masa hukuman demi membuat jera juga tidak akan efektif dalam membendung dendam emosi seseorang terhadap orang tertentu. Oleh karena itu, kebenaran dan kesalahan justru bukan menjadi sorotan, namun apabila emosi kita jadikan sebagai alat untuk memperturutkan kebenaran yang ingin kita sampaikan. Meskipun kebenaran itu sudah valid dan teruji, penyampaian kita akan melahirkan wujud respon emosi suka dan tidak suka oleh lawan bicara kita maupun orang yang secara tidak langsung menerima pernyataan kita.

Muatan berisi kebohongan secara nyata namun disampaikan dengan benar dan dapat diterima oleh pihak lain akan menimbulkan kesukaan, justru kejujuran dan kebenaran jika disampaikan dengan tidak benar dan tidak dapat diterima pihak lain akan menimbulkan kebencian (peperangan) tertentu. Apapun kepentingannya, penyampaian yang bagus dan apik adalah kunci utamanya. Dalam muatan politik praktis, hal ini juga akan turut andil dalam mengajak pihak lawan berekonsiliasi atas konflik antar kelompok.

Jika didapati dalam dua kelompok pertentangan sehingga menyebabkan tindakan-tindakan anarkis, berarti ada yang salah dalam penyampaian mereka. Apakah dari salah satu pihak maupun dari kedua pihak secara bersamaan akan sama-sama bersimultan menghadirkan peperangan dan dendam. Dan bahkana jika ditinjau dari penyebab konflik kemanusiaan, jika dendam ini telah mencapai klimaksnya, tidak heran apabila unsur kesengajaan akan menjadi penyebab utama terjadinya konflik tersebut ditambah dengan kerjasama dengan pihak tertentu yang memiliki wewenang tertentu akan membalut kebohongan tertentu demi kepentingan tertentu yaitu demi membalaskan dendam kepada pihak lainnya.

Oleh karena itu, terakhir, saya berpesan untuk bisa menyampaikan kebanaran dengan benar dan tidak menurutkan alat berupa luapan emosi demi menundukkan pihak lain, merasa diri superior, dsb. Sehingga, pernyataan kita dalam mengakui kesalahan-kesalahan kita juga akan secara terbuka disampaikan. Pada akhirnya, kita memang harus sama-sama berperan untuk menaikkan kebenaran agar menyebar kepada orang lain dengan jalan penyampaian yang juga benar dan tidak semena-mena menyalahkan pihak lainnya meski bertentangan secara langsung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun