Mohon tunggu...
Faizatul Widad
Faizatul Widad Mohon Tunggu... Penulis - Diglosia

Biar mulut bungkam, namun kata kan selalu bicara demi peradaban yang tak kan pernah padam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kritik Sastra Arab Masa Jahiliyah

8 Oktober 2020   11:35 Diperbarui: 8 Oktober 2020   12:26 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal Munculnya Kritik Sastra Masa Jahiliyah

Awal kemunculan kritik sastra sebagaima awal munculnya puisi-puisi Arab yang sangat sulit dilacak. Adapun dalam riwayat disebutkan, bahwa sastra menjadi bagian dari kehidupan bangsa Arab sejak zaman jahiliyah. Namun berbicara soal sastra jahiliah ini erat kaitannya dengan berbagai riwayat yang menyebutkan bahwa seringkali terdapat kegiatan kesusasteraan orang Arab, salah satu contohnya adalah festival ukaz yang dilaksanakan di  Pasar Ukaz. Di tempat ini para penyair berkumpul untuk menggubah sya’ir-sya’ir mereka dan saling mengkritik satu sama lain. Adapun penyair masa jahiliah yang sangat pandai dalam mengkritik puisi-puisi penyair lainnya adalah an-Nabighah adz-Dzibyani (Amin, 2012 h. 358).

Bentuk-Bentuk Kritik Sastra Jahiliah

Ada 4 macam bentuk kritik sastra pada masa jahiliyah (Ibrahim, 1998 h. 30- 42) :
1. Kritik linguistik atau al-Lughowiy
Kritik ini menjurus ke penggunaan bahasa. Apabila ditemukan suatu kata yang tak tepat pada konteks kalimat yang diutarakan oleh penyair maka, sang kritikus akan langsung mengkritik dan memberi tahu. Seperti Musayyab yang mendeskripsikan unta menggunakan kata الصعيرية dan di kritik oleh Tharfah bahwa penggunaan kata tersebut tidak tepat karena bermakna tanda pada unta betina, sedangkan makna unta sendiri adalah الجمل.


2. Kritik Makna
Bangsa arab jahili sangat peka terhadap penggunaan kata beserta maknanya. Dalam kritik ini, terdapat beberapa hal yang menjadi tola ukur kritik makna :
a. Relevan dengan kehidupan bangsa Arab jahiliy
b. Kesesuain kata dengan makna secara konteks
c. Nilai estetika atau keindahan makna dalam sya’irnya


4. Kritik Musikalitas atau ‘Arudh
Sejatinya sastra Arab jahiliy tidak terlepas dari unsur musikalitas. Terutama puisi-puisi zaman jahiliyah yang menggunakan aturan dalam qafiyah ilmu Arudh.


5. Kritik Penyampaian Penyair
Kritik ini mengarah pada intonasi yang penyair alunkan saat sedang membaca sya’irnya.


Karakteristik Kritik Sastra Jahiliyah
Seperti yang kita tahu, bahwa kritik sastra selalu beiringan dengan sastra dari aspek munculnya sastra hingga perkembangannya dalam lintas zaman. Tidak akan ada kritik sastra tanpa adanya sastra (Khalifah, 2016 h. 49).

Berfikir kritis telah menjadi karakter atau keahlian yang melekat bagi bangsa Arab jahiliyah. Pemikiran kritisnya dalam mengkritik cukup sederhana. Mayoritas kritiknya  mengacu pada bagian-bagian yang terkandung dalam syiir seperti dari segi makna dan ilmu ‘arudhnya. Selain itu, mengacu kepada diri penyair sendiri tentang bagaimana cara menyampaikan syi’irnya. Dan sebagian besar hal ini menjadi poin paling penting dalam dunia pengkritikan sastra yakni dengan cara melihat bagaimana kemampuan penyair dalam menggubah syi’ir-syi’r nya (‘Akub, 2016  h. 42).

Pada masa jahiliyah ini, seseorang dikatakan sebagai kritikus profesional apabila telah diakui kemampuan kritisnya, rasa kritis yang sudah terlatih, benar ketika mengkritik, dan dikenal banyak orang (bangsa Arab jahliyah). Banyak dari penyair pada masa ini meminta pada kritikus untuk mengkritik sy’irnya. Mereka memperhatikan kritik-kritiknya, sangat senang dan antusias atas segala kritik pada sy’ir yang mereka terima (‘Akub, 2016  h. 43).


Adapun karakteristik kritik sastra jahiliyah menurut Ibrahim Mustafa adalah sebagai berikut (Ibrahim, 1998 h.51- 54) :
1. Mengandung Dzauq al-Fithri
Tidak ada standar khusus dalam kritik sastra jahiliy. Karakter kritik pada masa ini cenderung muncul dari rasa yang murni yang dimiliki oleh seorang pengkritik.
Kaidah atau tata cara pada kritik sastra ini tidak bersifat tertulis. Karena pada masa jahiliyah ini para kritikus dalam mengkritik syai’ir hanya melalui lisan. Para kritikus hanya mengandalkan dzauq al fithriy ini dalam menilai dan mengkritik. Mereka menilai dari beberapa aspek, diantaranya dari kecerdasan sang penyair, kelancaran berbahasa, pelafalan, hingga makna dan semantiknya. Seperti hal nya Nabighah ketika mengkritik syi’ir Hasan bin Tsabit. Nabighah mengkritik dari segi tatanan bahasa Arabnya dan mengkritik dari segi makna dan semantiknya syi’ir Hasan bin Tsabit.  Dalam hal ini Nabighah memang sangat ahli dalam bidang tersebut (Khalifah, 2016 h. 64).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun