Mohon tunggu...
Faiz Nur
Faiz Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - pelajar, tetap pelajar, dan selalu belajar

Mahasiswa, tertarik menulis (sastra dan ilmiah) dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Irama dalam Senja

31 Oktober 2017   03:05 Diperbarui: 31 Oktober 2017   04:06 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari sangat cerah, matahari beranjak manyusuri langit tanpa ditemani gerombolan awan seperti hari-hari sebelumnya. Aku keluar rumah dengan hati yang berbunga-bunga, menikmati bunga-bunga yang cerah memantulkan sinar matahari, ayam-ayam yang mengejar serangga ke sana-sini, juga suara hewan-hewan ternak yang belum mendapatkan jatah makan pagi ini.

Tapi warga belum juga keluar rumah, Begitu pun kedua orang tuaku. meski matahari sudah muncul dengan jelas, mungkin kegagalan panen akhibat cuaca buruk akhir-akhir ini membuat mereka enggan untuk beraktivitas seperti biasanya. Tiba-tiba di kejauhan Nampak seorang pria tua membawa celurit dan karung, mungkin akan mengambil rumput untuk pakan ternak. Dan mungkin juga dia orang kedua yang keluar rumah setelah aku, atau mungkin juga tidak.

Kebosanan dengan suasana di luar memaksaku masuk kembali kedalam rumah, Tak berbeda jauh dengan diluar rumah. semua beraktivitas sambil membisu, tak  ada kata-kata ku dengar. Hanya suara tarian air yang mendidih di atas tungku yang dibakar api, suara gesekan besi dan batu yang berasal dari belakang, pertanda ayah sedang mengasah celuritnya. Tak ada aktivitas yang menarik perhatianku, aku langsung masuk ke kamar dan membuka jendela untuk memberi jalan pada sinar matahari masuk ke dalam kamar, menemani kesendirianku. "seharusnya nanti malam adalah malam perayaan panen raya" bisikku pada diri sendiri, namun kegagalan panen musim ini sepertinya meniadakan kebersamaan yang indah itu.

Bosan dengan kesendirian, aku keluar dan menyusuri rumah-rumah teman sebayaku. Namun semua tak seperti biasanya, suasana tetap sepi seperti awal aku keluar pagi tadi, padalah matahari telah sampai diatas langit tertinggi, disusul dengan kumandangan azan dari masjid satu-satunya di kampungku, tempat dimana seharusnya nanti malam akan ramai dengan warga dan hasil panen musim ini, namun sepertinya tidak malam ini.

Dengan kesedihan kubalikkan badan menuju arah pulang sambil kuamati satu persatu rumah teman-temanku, hanya Nampak kepulan asap di dapur yang keluar melalui rongga-rongga genting yang rapuh, kepulan asap itu tak menarik perhatianku, kupercepat langkahku menuju rumah. sampai dirumah kulaksanakan kewajiban yang telah ditanamkan kedua orang tuaku sejak aku kasih dalam gendongannya. Benar-benar hari yang membosankan. Langit yang cerah berbalik dengan suasana di bumiku ini. Terlalu lama termenung membuat rasa kantuk menyerang, tak mampu ku tolak dengan cara apapun, terpaksa kuturuti kemauan sikantuk, tidur pulas di hari yang cerah.

Tuk tak tuk, tuk tak tuk. Suara keras yang tiba-tiba membangunkanku, dan suara itu perlahan kukenali dan sangat kumengerti, hatiku berbunga disaat senja, "irama senja itu" seruku dihati. Aku langsung berjalan keluar kamar, taka da orang di rumah, hanya aku sendiri, kususuri ruang demi ruang tak satupun orang kutemukan. Hingga aku sampai di pintu depan, kulihat semua orang berbondong-bondong menuju masjid dengan membawa berbagai macam olahan dan makanan. "Acara tetap dilaksanakan, irama dalam senja itu pertanda warga mulai berkumpul untuk berdoa dan saling berbagi rezeki walau panen tidak bisa dilakukan"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun