Mohon tunggu...
faiz mizu
faiz mizu Mohon Tunggu... -

Aku adalah orang biasa yang dilahirkan di sebuah desa terpencil di Bangkalan, sampai lulus SMA masih ada di desa. Kemudian beberapa bulan pindah ke rumah yang di Surabaya. Setelah itu 3 tahun kerja sambil kuliah di Denpasar. Dan sekarang kerja di Denpasar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berhenti di Tengah Jalan

25 Januari 2010   04:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul di atas bukanlah sebuah ungkapan, itu adalah keadaan nyata yg harus -selalu- aku alami tiap berangkat-pulang kerja. Yakni harus menyeberangi jalan utama Gatot Subroto, Denpasar. Jalan yg -menurutku- paling lebar dan paling ramai se-Bali. Di sini gak ada jembatan penyeberangan (karena bertentangan dengan aturan adat Bali, termasuk jalan layang juga dilarang, juga gedung dilarang tinggi-tinggi di sini dg maksimal setinggi pohon kelapa atau 4 lantai, jadi jangan bermimpi bisa menemukan/membangun gedung yg mencakar langit seperti kota-kota besar lain di negeri ini), jadi jalan selebar apapun harus diseberangi dg cara konvensional. Lebar jalan ini kira-kira 10 meter, dibagi menjadi 2 jalur dg masing-masing jalur dibagi lagi menjadi 2 lajur (tau gak beda jalur ama lajur?). Dan jalan ini tidak memiliki median jalan sebagai batas tengah, yg ada cuma garis-garis putih sebanyak 3 buah, masing-masing 2 di tengah lajur dan 1 tepat di bagian tengah jalan ini, (yg kumaksud garis putih disini bukan garis zebra cross, tapi garis tengah jalan). Kalau masih harus mencari zebra cross hanya untuk nyeberang, bisa-bisa aku harus muter jauuuuuh hanya untuk bisa sukses menyeberangi sebuah jalan. Untuk menyeberangi Jl. Gatot Subroto ini dibutuhkan waktu tidak pernah kurang dari 10 menit. Dan ketika sampai tepat di tengah jalan inilah aku harus berhenti paling lama, lebih lama dari pinggir jalan ke tengah, dengan resiko yg sangat besar. Untuk nyeberang dari pinggir ke tengah aja udah makan waktu lebih dari 7 menit dengan kepala terus menoleh ke kiri/kanan. Ketika sampai di tengah pun, bukan berarti masalah selesai, karena disinilah tempat berdiri yg paling berbahaya se-dunia (maksudku, dunia per-lalulintas-an). Di jalan yg termasuk salah satu jalan provinsi ini, semua kendaraan bebas lewat, termasuk truk kontainer, dengan laju masing-masing kendaraan yg cukup tinggi. Ketika berhenti tepat di tengah jalan inilah saat-saat yg paling menderita bagi aku (termasuk bagi siapa pun juga yg nyeberang), udah kena asap kendaraan yg begitu berpolusi ditambah jarakku yg sangat dekat dg kendaraan yg berlalu-lalang (yg jaraknya dari aku berdiri, kadang-kadang tidak kurang dari 30 centimeter kira-kira). Apalagi pas lagi berhenti di tengah jalan itu, lewat sebuah bus dari arah kanan dan truk dari arah kiri, sempurna dech sudah kayak mau ditabrak dari 2 sisi sekaligus dech. Sungguh sebuah penyeberangan yg membutuhkan nyali besar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun