Pandeglang merupakan daerah yang potensi alam dan potensi budayanya cukup kaya untuk di eksplorasi. Keindahan pantai dan pulau-pulau kecil yang eksotis, kearifan lokalitas budaya, kawasan geopark yang merupakan habitat hewan langka (Rhinoceros Sondaicus), destinasi bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai historis, dan segala hal lain yang bisa menjadi deposito bagi kas daerah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten merilis angka persentase kemiskinan di delapan kabupaten kota di Provinsi Banten trahun 2017. Hasilnya, BPS menempatkan Kabupaten Pandeglang sebagai wilayah termiskin. Bahkan grafiknya mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan pendataan yang dilakukan BPS, persentase angka kemiskinan di Pandeglang tahun 2017 sebesar 9.74 persen. Angka ini naik 0.07 persen dari tahun 2016.
Mengutip Yudi Latif Ph. D dalam diskusinya yang bertajuk "Menjaga Janji Republik" pada executive gathering di Kemenkeu pada bulan kemarin bahwa salah urus/salah institusi/missmanagement atau cara mengelola yang salah yang membuat tidak tertata baik suatu wilayah bahkan bisa mengarah pada kebangkrutan.
Dengan PAD (Pendapatan Asli Daerah) 2018 senilai Rp. 202 Miliar pembelian mobil Toyota Land Cruiser seharga Rp. 1,9 Miliar menjadi polemik tersendiri. Sebab beberapa akses publik dirasa belum maksimal dibanding dengan fasilitas institusi.
Dalam kaitan ini Randis (kendaraan dinas) Institusi/Bupati yang harganya cukup fantastis membuat masyarakat Pandeglang sakit hati. Kompleksitas permasalahan di Kabupaten Pandeglang seakan-akan dianak tirikan. Kita tahu dengan gamblang bahwa akses publik belum optimal, semisal jalan yang tidak layak dibeberapa kecamatan, fasilitas kesehatan yang masih minim, ketidakjelasan bantuan kapal nelayan pada masa recovery ini, pengungsi tsunami yang masih terdapat dibeberapa titik belum mendapatkan hunian, dan segala problematika lainnya.
Lalu dengan keterbatasan fiskal itulah kebijakan randis baru muncul? Gimana sih? Alasan yang absurd.Â
Harusnya dengan keterbatasan fiskal tersebut Bupati bersama rengrengannya/institusi lainnya dapat memprioritaskan kas daerah untuk pembangunan yang bersifat maslahah al-ammah bukan dengan membeli randis baru, kan randis lama masih ada ihh.
Anehnya lagi institusi lain malah mengaminkan pembelian randis tersebut yang sifatnya menurut saya bukan untuk kepentingan rakyat seperti dalih yang dikatakan oleh mantan Bupati Pandeglang periode 2000-2009 bahwa itu adalah mobil rakyat.
Nasi sudah menjadi bubur, apadaya, randis tersebut sudah ada dan sudah terparkir di garasi kantor. Dalam fantasi saya sebagai seorang putera daerah, agar randis tersebut disejajarkan di showroom mobil, semoga ada orang kaya dan baik hati yang membelinya dengan harga yang berkali-kali lipat, dan uang tersebut bisa dianggarkan untuk kepentingan kolektif masyarakat Pandeglang.