Mohon tunggu...
Faisol  rizal
Faisol rizal Mohon Tunggu... Freelancer - akademisi, penulis lepas

Berbahagia dengan Membaca, Berbagi dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Alasan Kenapa Kita Jangan Latah Menghujat "Public Figure Blunder" di Instagramnya

22 Februari 2021   14:13 Diperbarui: 22 Februari 2021   23:23 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.pecxels.com)

1. Lebih banyak sisi negatifnya
Katakanlah komentar-komentar pedas tersebut didasari dengan bukti yang valid. Tetapi kita harus berfikir lebih jauh lagi apakah dengan menghujani kolom komentar dengan hujatan merupakan salah satu cara yang efektif untuk "menyadarkan seseorang" atau mungkin kita tidak peduli apakah orang tersbut mau sadar atau tidak karena yang penting kita puas menghujat.

Selain itu, kita juga tahu bahwa banyak pengguna medsos yang masih di bawah umur. Membanjiri medsos dengan hujatan sama saja menebar energi negatif di ruang publik yang bisa merusak anak-anak kita kelak.

2. Belum tentu kita lebih baik
Kalau tidak berhati-hati, medsos bisa saja dengan mudah menjerumuskan kita pada sikap mudah menilai negatif orang lain. 

Hal yang seharusnya tidak penting untuk kita ketahui terkadang tidak bisa dihindari seperti misal berita negatif tentang seseorang yang terkadang membuat kita gatal untuk ikut berkomentar. 

Dampaknya, tren menjadi pengacara atas kesalahan pribadi dan menjadi hakim atas kesalahan orang lain benar-benar terjadi di era medsos ini.

Mudahnya nitizen membanjiri kolom komentar seseorang dengan hujatan adalah salah satu bukti nyatanya. Padahal, belum tentu kita yang menghujat dijamin lebih baik dari orang yang kita hujat. Boleh jadi kita masih beruntung karena dosa-dosa pribadi kita masih tertutup rapat. 

Sehingga, daripada memutuskan "nyeletuk kasar" atas kesalahan orang lain, lebih baik kita mengambil cermin untuk menilai diri sendiri apakah sudah menjadi pribadi yang baik serta cukup mengambil pelajaran dari pengalaman blunder orang lain yang ada di sekitar kita.  

3. Hati-hati di era post-truth
Zaman yang terus berkembang akhirnya membawa kita ke era post truth. Di era post-truth (pasca kebenaran) ini ada kecenderungan di mana daya tarik emosional lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik, ketimbang fakta yang objektif.

Pada era seperti ini tampaknya rajin cek dan ricek adalah harga mati apalagi ketika era post-truth dibarengi dengan era medsos seperti sekarang.

Kira-kira, dari banyaknya berita atau isu (negatif) yang viral, berapa banyak berita yang Anda benar-benar pastikan kebenarannya atau apakah Anda yakin bahwa anda tidak sedang terbawa arus pemberitaan masif yang membuat Anda menerima begitu saja.

Oleh karenanya, Hati-hati dan jangan mudah ikut berkomentar pedas atau menghujat orang lain di era seperti ini karena kita hanya penerima kabar. Jangan gampang latah menghujat orang lain karena kita tidak tahu pasti kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun