Mohon tunggu...
Faisol  rizal
Faisol rizal Mohon Tunggu... Freelancer - akademisi, penulis lepas

Berbahagia dengan Membaca, Berbagi dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Home Sweet Home, Benarkah Korupsi Hanya Menunggu Kesempatan?

11 Desember 2020   13:53 Diperbarui: 11 Desember 2020   15:35 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Korupsi (Sumber Gambar: www.pexels.com)

Pernahkah anda menonton film pendek yang berjudul Home Sweet Home? Film yang pada tahun 2019 diberi penghargaan sebagai film terbaik oleh Anti-Corruption Film Festival, gelaran yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertujuan untuk mengajak generasi muda untuk berpartisipasi dalam kampanye anti korupsi.

Ulasan singkat mengenai film akan saya jadikan sebagai pengantar tulisan ini karena cerita yang disampaikan pada film tersebut menunjukkan bahwa memang pantas korupsi dikatagorikan sebagai kejahatan luar biasa karena masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat begitu besar.

Film tersebut menceritakan kisah laki-laki bernama Tauhid (40) dan anaknya yang bernama Farah (7). Mereka berdua diceritakan sebagai korban bencana gempa dan tsunami Palu pada tahun 2018. Akibat bencana tersebut, Farah tak hanya kehilangan Ibunya. Rumah dan mata pencarian ayahnya sebagai sumber kehidupan pun juga hilang. Pada akhirnya, mereka berdua hanya bergantung dari bantuan dan hidup di hunian sementara yang disediakan pemerintah.

Klimaks pada film ini adalah kepedihan yang harus diterima Tauhid dan Farah karena "permainan" orang-orang penting di tengah keadaannya yang sudah terpuruk akibat bencana. Bantuan bencana berupa uang cash sebesar 50 juta sebagai ganti bangunan yang rusak tiba-tiba digantikan berupa bahan bangunan rumah yang tak pasti apakah nilainya setara 50 juta. 

Ditambah lagi tempat hunian sementara yang mereka tinggali terpaksa harus disegel oleh perusahaan vendor karena pemerintah tak kunjung melunasi biaya hunian tersebut. Ending-nya, Ayah dan anak tersebut semakin terpuruk nasibnya, bahkan sekedar gubuk untuk berteduh pun tak ada.

Dari film pendek tersebut, hal yang cukup penting untuk direfleksikan adalah bagaimana bisa di tengah masyarakat yang sedang mengalami musibah, masih ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk mendapatkan kepentingan pribadi di tengah kesempatan dan power yang ia miliki. Lantas, Apakah benar anggapan di luar sana yang bilang bahwa pada dasarnya semua orang punya potensi melakukan hal yang sama cuma belum ada kesempatan saja? apakah hal itu dilakukan untuk untuk menggantikan ongkos politik? Atau memang orang yang melakukan itu punya mental maling? Mari kita ulas!

Ongkos Politik "Mahal"

Sudah semestinya ketika ingin mendapatkan sesuatu, kita harus melakukan suatu pengorbanan juga bukan? Entah pikiran, tenaga, atau materi. Lantas, jika dikaitkan dengan prilaku "nyeleweng" seperti yang ada pada cerita film diatas, apakah hal tersebut dikarenakan ongkos politik yang mahal sehingga mereka harus bisa balik modal ketika ada kesempatan?

Jawabanya relatif. Kok bisa? Jika ongkos politik disini dipahami sebagai "financial politics", yaitu biaya wajar dalam aktivitas politik seperti kampanye, iklan yang semuanya tersebut transparan dan bisa diaudit, maka bisa dipahami bahwa terdapat biaya-biaya politik yang wajar. Yang mahal  adalah "Money Politics". Justru bersumber dari inilah biaya-biaya lain yang tidak wajar dan sembunnyi-sembunyi seperti lobi-lobi dengan partai atau biaya serangan fajar yang tak jarang harus menjadi syarat wajib agar dipilih.

Di dalam masyarakat yang masih menganggap wajar money politics pada dasarnya tidak ada yang diuntungkan. Amplop serangan fajar yang diterima sebenarnya tidak sebanding dengan potensi nyeleweng akibat money politics yang akan sangat amat merugikan masyarakat. Bagi pihak yang melakukan money politics kalau disuruh jujur pun mungkin juga keberatan mengeluarkan uang sebanyak itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun