Mohon tunggu...
Faishal Nathiq Alfarih
Faishal Nathiq Alfarih Mohon Tunggu... Mahasiswa

Ola amigos, Aku Faishal Nathiq Alfarih seorang mahasiswa dari Universitas Siliwangi, aku menempuh perkuliahan di bidang studi Pendidikan Sejarah. Layaknya mahasiswa pada umumnya mengenai hobi tak jauh-jauh dari olahraga, membaca buku, menonton film, menulis, dan hal-hal umum yang biasa mahasiswa sukai. Sedikit fun fact aku memiliki akun pribadi untuk edukasi dan sharing, @naath.ideas adalah akun milikku pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ironi dalam Dunia Pendidikan: Struktur Sosial Sekolah yang Baik dalam Upaya Mewujudkan Cita-cita dan Tujuan Pendidikan

15 Oktober 2025   12:15 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:20 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dewasa kini kita selalu disuguhkan dengan fenomena-fenomena permasalahan konflik sosial dalam ruang lingkup instansi pendidikan yakni di sekolah, baik itu konflik antara guru dengan murid, guru dengan guru, terlebih konflik sosial antara murid dengan murid lainnya. Hal-hal seperti perundungan, kekerasan verbal, kekerasan fisik, hingga berujung pada penghilangan nyawa sudah pernah kita dengar dalam berita-berita yang beredar di media massa.

Dari data yang bisa kita lihat di laman resmi KPAI (2024), pada tahun 2023 terdapat 329 kasus laporan mengenai kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan pendidikan, baik itu dari perundungan, kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan verbal. Lalu pada tahun 2024 hingga bulan Maret KPAI menerima sebanyak 383 laporan mengenai kekerasan anak, dan 35% nya terjadi di dalam ranah pendidikan.

Hal ini jika kita kaitkan dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri tentu saja akan memunculkan sebuah ironi, menurut Noor (2018), tujuan daripada pendidikan itu sendiri adalah untuk “memanusiakan manusia” namun pada kenyataan yang kita lihat hari ini malah bertolak belakang seratus delapan puluh derajat dengan apa tujuan yang disebutkan tadi. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Tentunya permasalahan-permasalahan diatas tak jauh dari peran struktur sosial y ang berlaku di suatu sekolah, apabila sistem dari struktur sosial yang berlaku berjalan sesuai sebagaimana mestinya tentulah hal-hal semacam konflik seperti itu bisa diminimalisir karena setiap komponen yang ada di dalam sekolah menjalankan perannya masing-masing.

Menurut Durkheim (1961) dalam perspektif sosiologi pendidikan, sekolah bukan hanya sebagai ruang transaksi pembelajaran saja, melainkan sekolah dianggap sebagai miniature society yang mana dari sekolah akan menghasilkan norma, nilai, dan pola interaksi yang terbentuk. Dari hal ini kita bisa mengetahui bahwasannya sekolah adalah ruang dimana interaksi sosial bisa terwujud dan dapat melahirkan norma, dan budaya dari sana. Dan hal-hal yang disebutkan tadi dapat berjalan sesuai pada jalurnya jika struktur sosial yang ada di dalam sekolah berlaku dengan baik dan saling memiliki simbiosis mutualisme yang positif.

Menurut teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan oleh Talcott Parsons (1959) dalam bukunya yang berjudul “The School Class as a Social System”. Talcott mengemukakan bahwasannya dalam struktur sosial sekolah, tugas guru bukanlah hanya untuk mengajarkan materi-materi kepada murid di dalam kelas, tetapi juga guru berperan sebagai sosok yang membentuk moral dan karakter para muridnya serta menjadi pengendali sosial di sekolah. Lalu peran murid dalam struktur sosial yang ada di sekolah bukan hanya sebagai penerima ilmu dari apa yang telah guru berikan, tetapi juga sebagai individu yang mampu beradaptasi dengan norma yang ada, lalu juga ikut berpartisipasi langsung dalam menjaga moral dan nilai yang sudah tercipta di dalam sekolah. 

Dari hasil dua hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang baik dalam sebuah struktur sosial maka akan memunculkan pula interaksi sosial yang sama baiknya, sehingga norma-norma dan nilai yang guru tanam pada setiap murid dapat terlaksana dan tentunya perihal konflik sosial yang terjadi di ranah sekolah bisa ditekan dan di minimalisir sehingga kerugian-kerugian individu yang menjadi korban dari perundungan dan pembullyan baik itu secara verbal maupun secara fisik dapat dicegah.

Oleh karena itu, baik para murid ataupun guru harus sadar dan paham akan perannya masing-masing dalam dunia pendidikan sekolah, sehingga dapat menjadikan suasana sekolah yang aman, tentram, dan aman bagi setiap individu yang ada disana. Lalu dari hal itu pula akan menjadikan tujuan daripada pendidikan ini dapat terealisasikan karena dengan norma dan nilai yang baik akan menghasilkan manusia dengan moral yang baik pula, sehingga ironi dalam dunia pendidikan tak lagi menjadi hal yang perlu dipertanyakan.

Tak hanya guru dan murid yang memiliki peran penting dalam menekan angka kekerasan dalam dunia pendidikan. Penyelenggaran negara pun tentu harus ikut terjun dalam upaya pemberantasan dari adanya perundungan dan kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dengan cara menyalurkan edukasi dengan program-program terkait. Sehingga upaya ini bisa direalisasikan secara maksimal dengan bergeraknya seluruh elemen yang berpartisipasi dalam dunia pendidikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun