Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Inkonsistensi RAPBN 2014

16 Agustus 2013   17:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:14 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore ini Presiden menyampaikan pidato RAPBN dan Nota Keuangan 2014 di tengah perkembangan ekonomi yang sedang mengalami perlambatan sebagaimana tercermin pada tulisan kom.ps/AFUV1q.

Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan sulit mencapai 6 persen. Katakanlah hanya bisa 5,9 persen. RAPBN 2014 menargetkan pertumbuhan ekonomi  sebesar 6,4 persen. Harus ada upaya ektra keras untuk mencapainya.

Di tengah kecenderungan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh melambat, maka kebijakan untuk meredam perlambatan yang sepenuhnya dalam kendali pemerintah adalah APBN. Sayangnya sinyal itu tak tampak di RAPBN 2014.

Belanja pemerintah hanya naik 5,3 persen, dari Rp 1.726 triliun di APBN-P 2013 menjadi 1.817 triliun di RAPBN 2014. Dengan asumsi inflasi di RAPBN 2014 sebesar 4,5 persen, berarti pertumbuhan riil belanja pemerintah hanya 0,8 persen.

Indikator lain yang menunjukkan RAPBN cenderung tidak antisiklikal adalah defisit RAPBN 2014 yang turun menjadi 1,5 persen dibandingkan dengan defisit APBN-P 2013 sebesar 2,4 persen. Ini suatu penurunan yang relatif tajam

Ketiga, pemerintah justu menggenjot pajak. Nisbah pajak (tax ratio) akan dinaikkan dari 12,2 persen di APBN-P 2013 menjadi 12,6 persen di RAPBN 2014. Lazimnya, untuk menggairahkan kegiatan ekonomi, khususnya investasi, pemerintah lebih gencar memberikan insentif pajak, sehingga tingkat penerimaan pajak cenderung tetap atau tidak naik secara berarti.

Keempat, kalau pemerintah ingin menciptakan stimulus untuk lebih menggairahkan perekonomian dan tingkat pajak tak digenjot, maka konsekuensinya peningkatan defisit akan ditutupi dengan menambah tingkat utang (debt to GDP ratio). Nyatanya tingkat utang pun ditargetkan turun.

Apakah dengan gambaran di atas pertumbuhan ekonomi bisa mencapai setidaknya 6,4 persen sebagaimana yang ditargetkan? Masih ada celah. Yang paling memungkinkan adalah mendorong agar investasi asing masuk lebih deras.Tetapi, untuk mewujudkannya, banyak variabel yang di luar kendali pemerintah. Oleh karena itu, agak mengherankan melihat postur RAPBN 2014 ini. Signal yang disampaikan Presiden tak meyakinkan untuk membawa perekonomian Indonesia bisa tumbuh 6,4 persen.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun