Mohon tunggu...
Fainal Wirawan
Fainal Wirawan Mohon Tunggu... Konsultan - Dokter yang sangat peduli dengan pencegahan penyakit

Dr. Fainal Wirawan, MM. MARS dokter, pernah bekerja sebagai kepala puskesmas kecamatan, dokter di rumah sakit, pejabat Departemen Kesehatan, setelah pensiun bergabung dengan KNCV Tuberculosis Foundation. membantu Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan penyakit TBC. Mengikuti pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TBC (PPI TB) yang diselenggarakan oleh WHO. Anggota Tim penyusunan Pedoman PPI TB di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Kontributor penyusunan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Setelah Perayaan Hari TBC Sedunia, Lalu Apa?

5 Maret 2018   14:42 Diperbarui: 24 Maret 2019   08:42 3585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan
Tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari TBC Sedunia. Saat itu Dr. Robert Koch mengumumkan penemuan kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis) pada tahun 1882. Bagi Indonesia, TB dapat diistilahkan penyakit zaman now lebih dikenal dengan sebutan TBC, karena masih merupakan masalah kesehatan. Laporan dari World Health Organization menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat kedua dunia dengan jumlah penderita TBC terbanyak setelah India.

Pelbagai upaya telah dilaksanakan dalam pengendalian TBC, namun hasilnya belum memuaskan, kini masalah baru muncul dengan meningkatnya kasus TBC resistan terhadap obat (TB RO), yang membutuhkan waktu pengobatan lebih lama, biaya obat lebih mahal dan risiko kematian lebih besar.

Mobilisasi masyarakat
Pada Hari TB Sedunia, Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat luas turut memperingatinya, dengan pesan agar masyarakat memiliki kepedulian terhadap masalah TBC. Peringatan hari TB Sedunia 6 tahun yang lalu (tepatnya diselenggarakan 1 April 2012), telah berhasil memobilisasi masyarakat untuk turut serta berperan.

Diperkirakan sekitar 8.000 anggota masyarakat yang berasal dari pelbagai organisasi kemasyarakatan turut berpartisipasi. Kemeriahan acara terlihat pada foto di atas. Masyarakat sangat antusias mengikutinya. Peserta dengan mengenakan kaos bertuliskan TB day, bersepeda santai, gerak jalan dengan membawa secara bersama sama banner bertuliskan "Hari TB Sedunia" dan "TB bukan batuk biasa" dibawa mengelilingi jalan utama (Thamrin) sebagai pusat kota Jakarta.

Banyaknya masyarakat yang terlibat menunjukkan keberhasilan panitia memobilisasi massa, juga merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai peduli (concern) demi kebaikan sesama. Gaung Hari TB Sedunia hanya menggema seantero Indonesia sesaat setelah perayaan seterusnya menghilang, seharusnya momen tersebut dapat dimanfaatkan untuk ditindaklanjuti semaksimal mungkin.

Seharusnya bisa diambil sebagai contoh yang berhasil memobilisasi masyarakat pada era Orde Baru dalam menyosialisasi program KB (Keluarga Berencana). Kepala Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional (BKKBN) saat itu melakukan Safari KB, Safari dilaksanakan secara intens, didahului dengan promosi besar besaran, sehingga program KB dapat tercapai. 

Keberhasilan bukan hanya terletak pada mobilisasi saja, tetapi lebih pada bagaimana menjaga momentum yang ada, sehingga mengingatkan masyarakat temtamg program penanggulangan TBC (promotif, preventif, dan kuratif). Uraian di bawah merupakan pesan yang harus disampaikan kepada masyarakat.

Penjelasan dengan benar tentang penyakit TBC, yaitu cara penularan, pengobatan, risiko, dan cara pencegahannya. Penyakit TBC dikenal bila seseorang batuk darah, orangnya kurus, atau melalui diagnosa yang disampaikan oleh dokter yaitu ada fleks, infeksi atau cairan di paru. Penyakit TBC masih merupakan stigma, padahal TBC dapat dicegah dan disembuhkan (TB can be prevented and cured). 

Memasyarakatkan etika batuk
TBC merupakan penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne transmitted disease) dari seseorang penderita TBC saat batuk, bersin atau bicara dengan keras. TBC dapat dicegah oleh masyarakat, dengan menerapkan etika batuk secara sungguh sungguh. 

Kenyataan menunjukkan penerapan etika batuk belum populer di masyarakat maupun dikalangan kesehatan itu sendiri, yang terlihat adalah masyarakat perkotaan menggunakan masker untuk menghindari tertular penyakit atau debu jalanan, bukan menggunakan masker karena menderita batuk untuk mencegah penularan pada orang lain.

Etika batuk mengharuskan penderita batuk menggunakan masker, tisu, atau baju lengan atas untuk menutup mulut ketika batuk, dengan maksud agar percikan bercak renik (bila mengandung kuman TBC), yang keluar jumlahnya menjadi sedikit, tidak menyemprot ke mana-mana yang dapat terhirup oleh orang sekeliling yang ada di radius 1.5 meter. Kalaupun ada sebagian kecil terhirup, tidak signifikan menyebabkan penyakit TBC.

documents.tips
documents.tips
Saat ini kita belum pernah melihat adanya poster etika batuk di tempat yang rawan terjadi penularan, seperti di halte, stasiun, ruangan tertutup, sekolah, fasilitas pelayanan kesehatan dan lain lain. Juga tidak ada yang mengharuskan menggunakan masker pada calon penumpang menderita batuk yang akan menggunakan transportasi masal ber AC. Disekitarnya juga tidak ada yang menjual masker.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun