Mohon tunggu...
Fahrur Rozi
Fahrur Rozi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Suka menulis dan hobi mendesain gambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Memberi Gelar Haji dan Status Sosial dalam Lintas Sejarah di Indonesia

2 Mei 2023   11:06 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:23 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Haji merupakan rukun islam ke lima yang wajib kita laksanakan selaku muslim yang taat. Di kalangan masyarakat Indonesia rukun islam ke lima ini memiliki multi dimensi yang beragam, baik dalam konteks kehidupan diri sendiri maupun sosial kemasyarakatan muslim. 

Setiap muslim Indonesia sangat menginginkan dan mendambakan agar bisa menunaikan ibadah haji, hal ini dibuktikan dengan kenyataan meningkatnya jumlah pendaftaran calon jamaah haji tiap tahunya. 

Data statistik yang ada di kantor urusan haji juga menunjukan peningkatan yang sangat signifikan setiap tahunnya Betapa semangat dan kuatnya untuk melaksanakan ibadah haji ini sebagian masyarakat tertentu sampai menjual sawah, tambak, tanah, dan barang kepunyaan lainya. 

Masyarakat menilai melaksanakan ibadah haji merupakan sesuatu capaian yang istimewa dan berharga, hal itu juga masyarakat memposisikan para haji pada lapisan strata sosial yang lebih tinggi dengan sebutan "Haji" pada pemanggilan namanya. 

Uniknya pemanggilan atau gelar haji ini hanya terjadi di masyarakat indonesia saja, di negara-negara lain seperti arab misalnya gelar "Haji" tidak berlaku.

Fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat gelar haji ini dapat menaikan status sosial entah gelar tersebut berkaitan dengan kualitas keberagaamaan mereka atau tidak. Seperti yang terjadi di sebagian masyarakat, mereka menganggap gelar haji ini memiliki nilai yang sejajar dengan pakar keagamaan, seperti kyai ataupun ustadz. 

Di daerah yang lain juga menganggap bahwa ibadah haji menyebabkan seseorang jauh lebih kaya hartanya, mereka beranggapan harta yang digunakan untuk berhaji tidak menyebabkan jadi miskin melainkan semakin bertambah banyak dan berkah. Itu semua merupakan salah satu dari makna menjalankan ibadah haji yang membuat kehidupan jauh lebih baik dari yang sebelumnya baik dari segi lahir maupun batin. 

Namun banyak juga para jamaah haji yang tidak mengerti apa makna yang terkandung dalam ibadah haji, terkadang mereka tidak bisa menjadi yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. 

Sudah berhaji tapi tetap saja perilaku dan ibadahnya masih sama seperti sebelum berhaji bahkan ada yang memanfaatkan gelarnya sebagai seorang haji untuk lebih dihormati dan didengar ucapan-ucapanya serta untuk menginginkan keinginan pribadinya.

Sejarah pemberian gelar haji ini tidak bermula dari penyebaran agama islam di indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tokoh-tokoh penyebar islam di Indonesia, mereka tidak ada yang menyandang gelar haji. Dalam penyebaran islam di samudra pasai misalnya, yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dari makkah yaitu Fakir Muhammad dan Syekh Ismail. 

Di Jawa para penyebar agama islam juga banyak yang menyandang gelar syekh, seperti Syekh Maulana Malik Ibrahim sesepuh Walisongo, Syekh Siti Jenar penyebar islam yang memiliki pemikiran kontoversi, dan syekh-syekh lainya mereka semua tidak memiliki gelar "Haji". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun