Rasulullah saw., pun bersabda:
"Man mata wa huwa yad'u min dunillah niddan dakhala an-nar."/"Barangsiapa mati dan ia menyeru (baca: berdoa) kepada selain Allah, sebagai tandingan-Nya, maka ia pasti masuk neraka." (HR. Bukhari).
2. "Fa inna min judika ad-dunya wa dharrataha. Wa min 'ulumika 'ilma al-lauhi wa al-qalami."/"Sesungguhnya di antara kedermawananmu adalah engkau (Muhammad) berikan dunia dan akhirat. Dan di antara ilmu-ilmumu adalah ilmu Lauhul Mahfudz dan Al-Qolam (pena)."
Ini berarti pendustaan terhadap al-Qur'an di mana Allah swt telah berfirman: "Dan sesungguhnya kepunyaan Kami-lah akhirat dan dunia." (QS. Al-Lail [92]: 13).
Maka dunia dan akhirat kedua-duanya adalah dari (sisi) Allah dan di antara ciptaan-Nya
(baca: makhluk-Nya), dan ia bukan karena kedermawanan Rasulullah saw,. Rasulullah saw., tidak mengetahui apa yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh, karena tidak ada yang dapat mengetahui apa yang ada di dalamnya kecuali hanya Allah semata. Hal ini berarti pengkultusan dan berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah, sampai-sampai (penyair menganggap) bahwa dunia dan akhirat dibuat karena kedermawanan Rasulullah, ia menganggap bahwa beliau mengetahui hal-hal gaib yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh, bahkan ia menganggap bahwa apa yang ada di Lauhul Mahfuzh adalah dari ilmu beliau.
Rasulullah saw., sendiri telah melarang kita mengkultuskan beliau sebagaimana sabdanya:
"laa tuthruni kama athrathi an-nashara ibna Maryam, fa innama ana 'abdun fa qulu 'abdullah wa rasuluhu."/"Janganlah kalian mengkultuskanku sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Nabi Isa putra Maryam, karena sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari).
3. "Maa saamani ad-dahru dhaiman wa istajartu bihi. Illa wa niltu jiwaran minhu lam yadhumi."/"Tidaklah zaman yang buruk menimpaku kemudian aku minta perlindungan darinya. Kecuali aku akan mendapatkan pertolongan dari sisinya."
Sang penyair mengatakan: "Tidaklah aku tertimpa sakit, atau kesusahan kemudian aku meminta kesembuhan atau solusi dari kesusahan itu kepada beliau (Rasulullah) kecuali ia akan menyembuhkanku dan melapangkan kesusahanku."
Al-Qur'an mengisahkan tentang ucapan Nabi Ibrahim kepada Allah swt: "Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku." (QS. Asy-Syu'ara [26]: 80).
Allah swt juga berfirman: "Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri..." (QS. Al-An'am [6]: 17).