Mohon tunggu...
Muhammad Fahri Al Farezy
Muhammad Fahri Al Farezy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Suara Hati Istri" Tak Sejalan dengan Suara Hati Nurani

7 Juni 2021   18:35 Diperbarui: 7 Juni 2021   18:52 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu acara televisi di Indosiar mendapat serangan kritik dari netizen Indonesia. Sinetron "Suara Hati Istri" dinilai tidak pantas tayang di TV karena pemeran seorang istri masih berusia di bawah umur.

Netizen Indonesia cukup kritis dalam menilai sesuatu yang dirasa terdapat kesalahan dalam segala hal. Contohnya pada masalah yang sedang dihadapi stasiun TV Indosiar. Tayangan sinetron Suara Hati Istri menuai kritik dari netizen, karena kesalahan pemilihan pemeran seorang istri dalam sinetron tersebut. Pemeran Zahra sebagai istri ketiga yang bernama asli Lea Ciarachel saat ini masih berusia lima belas tahun. Wajar jika netizen geram, karena memang pemeran seorang istri seharusnya di atas umur delapan belas tahun. Apalagi pemeran Zahra beradu akting dengan pemeran suaminya yang bernama asli Panji Saputra berusia tiga puluh sembilan tahun.

Karena permasalahan tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) banyak menerima laporan terkait masalah sinetron Suara Hati Istri yang dinilai kampanyekan Pedofilia. Pihak KPI menegaskan bahwa tidak ada aturan yang spesifik pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) maupun Standar Program Siaran (SPS) terkait penggunaan artis di bawah umur dalam sebuah sinetron.

Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan ini memang layak dilaporkan dan ditindaklanjuti. Karena tayangan tersebut memang seakan-akan pro dengan Pedofilia dan bahkan bisa disebut sebagai pornografi anak. Konten yang berisi Pedofilia tidak dibenarkan secara moral maupun legal.

Kesalahan yang dilakukan Indosiar telah melanggar beberapa aturan yang ada, dimana aturan-aturan ini menjamin dan mengawasi program-program siaran di Indonesia. Yang pertama melanggar UU 44 tahun 2008 (UU Pornografi) BAB II Pasal 4 Ayat 1, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11, tentang larangan memproduksi dan mempertontonkan sesuatu yang bermuatan pornografi khususnya yang melibatkan anak. Kedua telah melanggar UU 33 2009 (UU Perfilman) BAB III Pasal 6 huruf B dan Pasal 7 tentang aturan pencantuman kriteria penonton sesuai usianya.

Dampak buruk bagi penonton khususnya anak di bawah umur sangatlah besar. Apalagi pengaruh jam tayang pukul 18.00 WIB, dimana saat itu banyak anak dibawah umur menonton televisi, yang akan menganggap tayangan itu adalah hal yang wajar. Dengan begitu bisa dipastikan banyak anak yang beranggapan Pedofilia biasa terjadi di kalangan masyarakat kita. 

Tidak hanya soal Pedofilia, tapi juga pemahaman tentang pernikahan yang membuat anak dibawah umur menginginkan melakukan pernikahan dini. Nyatanya, pernikahan dini tidak diperkenankan di Indonesia karena batas minimal usianya harus berumur sembilan belas tahun. Jika dinilai dari sisi psikologis pernikahan dini sangat tidak dianjurkan, walaupun atas izin orang tuanya. Karena bisa dibilang pernikahan dini atas ijin orang tuanya merupakan tindak kekerasan terhadap anak. Memang anak berusia di bawah umur belum mengerti apa itu pernikahan, problem solving, apalagi masalah fisik dan emosional yang belum matang. Pernikahan yang dianggap matang ketika prianya berusia dua puluh lima tahun dan wanitanya berusia dua puluh satu tahun.

Seakan berjalannya waktu masalah ini telah dibicarakan oleh pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), KPI dan Lembaga Sensor Film (LSF). Akhirnya Indosiar dan Rumah Produksi terkait membuat keputusan untuk mengganti pemeran Zahra yang semula pemerannya berusia lima belas tahun, digantikan oleh Hanna Kirana yang berusia dua puluh tiga tahun.

Meski pergantian pemeran sudah dilakukan, rasanya kurang memuaskan hati netizen. Masih banyak yang menuntut agar sinetron Suara Hati Istri ini diberhentikan, karena alasan alur cerita yang menampilkan anak berusia tujuh belas tahun menjadi seorang istri ketiga dari pria dewasa di sinetron tersebut. Seharusnya memang alur cerita juga diperhatikan agar evaluasi yang dilakukan benar-benar sesuai aturan yang ada.

Tayangan TV saat ini dirasa haus akan tayangan yang berkualitas, karena kebanyakan menampilkan sensasi yang tidak jelas. Seharusnya memang tayangan televisi memberikan edukasi bagi penontonnya terkait program Pemerintah, bukan menampilkan tayangan yang tidak pantas. Karena memang stasiun TV bisa menjadi media bagi pemerintah untuk mewujudkan informasi yang mengedukasi masyarakat dan tentunya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. 

Aturan-aturan tersebut dibuat oleh lembaga Pemerintah dengan tujuan menghadirkan tayangan-tayangan yang mengandung informasi yang positif dan berdampak baik terhadap penonton khususnya masyarakat Indonesia sendiri.

Belajar dari kesalahan yang terjadi di atas, agar lebih hati-hati dalam memproduksi sebuah tayangan TV.  Indosiar seharusnya mampu menambal kesalahannya dengan menghadirkan konten-konten yang lebih mengedukasi tentang kegiatan-kegiatan positif yang dapat memberi contoh baik kepada generasi muda khususnya yang dibawah umur. 

Misalnya tentang bagaimana cara belajar yang baik ketika masa pandemi, menampilkan prestasi-prestasi yang sudah diraih anak bangsa dan juga menampilkan pengetahuan-pengetahuan yang baru mengenai sejarah tempat, benda bahkan tokoh sekalipun. Sehingga diharapkan penonton tidak hanya menikmati tayangan karena mengisi waktu luang, namun juga dapat menggali ilmu dan pengetahuan tambahan. 

Majunya sebuah negara tergantung daripada kualitas generasi mudanya. Karena generasi mudalah yang akan melanjutkan dan memegang penuh tanggung jawab Negara ini di masa yang akan datang. 

Menyelamatkan generasi muda lebih baik daripada membangun sebuah gedung Negara yang tinggi. Karena jika generasi mudanya baik, ialah yang akan membangun gedung-gedung di Negara ini dan mengisinya dengan akal yang berkemajuan. Namun, sebaliknya jika terfokus dengan membangun gedung yang tinggi, namun tak memikirkan generasi mudanya, apa bedanya dengan rumah berhantu? yang hanya tampak debu dan kotoran berceceran. 

Muhammad Fahri Al Farezy,

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Malang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun