Kalimantan Timur dikenal sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Hutan tropisnya menyimpan potensi besar bagi industri kehutanan, pertambangan, dan perkebunan kelapa sawit. Namun di balik pesatnya ekspansi perusahaan tersebut, muncul berbagai konflik lahan antara perusahaan, masyarakat adat, dan pemerintah. Konflik ini menjadi salah satu isu sosial-lingkungan paling serius di Kalimantan Timur dalam dua dekade terakhir.
Konflik lahan di Kalimantan Timur berakar pada tumpang tindihnya penguasaan tanah antara masyarakat lokal, dengan izin usaha yang diberikan pemerintah kepada perusahaan besar.
Banyak perusahaan perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI), serta tambang batu bara memperoleh izin konsesi di lahan yang telah lama dihuni atau digarap masyarakat. Akibatnya, masyarakat kehilangan akses terhadap lahan pertanian, sumber air, dan hutan adat yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka.
Penyebab Utama Konflik
1. Tumpang Tindih Izin dan Lemahnya Tata Ruang
Pemberian izin usaha sering tidak memperhatikan keberadaan pemukiman atau tanah adat. Peta tata ruang daerah yang tidak sinkron dengan peta izin usaha menimbulkan tumpang tindih kepemilikan lahan.
2. Tidak Diakuinya Hak Masyarakat Adat
Banyak komunitas adat belum memiliki sertifikat atau pengakuan hukum atas tanah mereka, sehingga mudah digusur dengan dasar legalitas izin perusahaan.
3. Kepentingan Ekonomi dan Politik
Investasi besar di sektor perkebunan sering didorong oleh kepentingan ekonomi elit lokal dan nasional, sehingga aspirasi masyarakat sering diabaikan.
4. Kurangnya Pengawasan dan Penegakan Hukum