Kebisingan lingkungan merupakan salah satu fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat. Salah satu sumber kebisingan yang cukup menonjol berasal dari fenomena sound horeg. Istilah sound horeg pada awalnya merujuk pada perangkat pengeras suara dengan volume kecil yang digunakan dalam acara sederhana. Namun, seiring perkembangan zaman dan perubahan kebiasaan sosial, tradisi ini mengalami pergeseran makna. Kini, sound horeg identik dengan sistem audio berdaya tinggi yang menghasilkan suara dengan intensitas besar, dan sering digunakan dalam berbagai kegiatan seperti pawai, karnaval, acara berot sholawat, serta perayaan lainnya.
Dibalik dentuman keras yang mengguncang jalanan, terdapat proses fisika menarik yang terjadi pada volume sound horeg ini, yaitu perambatan gelombang bunyi di udara. Gelombang bunyi termasuk dalam jenis gelombang longitudinal mekanik, yang merambat melalui getaran partikel udara. Sehingga terjadi hubungan antara cepat rambat bunyi (v), panjang gelombang (λ), dan frekuensi (f) dapat dituliskan dengan rumus dasar fisika:
v=λxf
Semakin tinggi frekuensi atau amplitudo getaran yang dihasilkan oleh speaker sound horeg, semakin besar pula energi yang dibawa oleh gelombang bunyi tersebut.

Energi suara yang dihasilkan oleh sound horeg dapat diukur menggunakan intensitas bunyi, yaitu jumlah energi yang melewati satu satuan luas permukaan tiap detik. Rumus intensitas bunyi dinyatakan sebagai:
I=P/A
dengan I adalah intensitas (W/m²), P adalah daya sumber suara (Watt), dan A adalah luas permukaan tempat gelombang menyebar. Ketika daya speaker pada sound horeg sangat besar dan penyebaran suara terjadi di ruang terbuka, nilai intensitas ini bisa mencapai tingkat berbahaya bagi pendengaran manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyatakan bahwa paparan bunyi di atas 85 desibel (dB) dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen.
Sound horeg menghasilkan gelombang bunyi dengan amplitudo dan frekuensi yang sangat tinggi. Ketika speaker memancarkan gelombang dengan frekuensi besar, partikel udara di sekitarnya bergetar cepat dan kuat, sehingga menimbulkan tekanan suara yang tinggi. Energi bunyi yang besar ini dapat menyebabkan getaran terasa di tubuh manusia, terutama di dada dan telinga. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terlalu lama berada di dekat sumber sound horeg sering merasakan pusing, berdenging di telinga, atau penurunan kepekaan pendengaran sementara. Beberapa warga pun mulai mengeluhkan dampak kebisingan yang ditimbulkan. Hal ini terjadi pada Ibu Supat, salah satu warga yang tinggal di Daerah Dau dekat area sering diadakannya acara dengan menggunakan sound horeg, mengungkapkan pendapatnya, “Sound horeg itu suaranya keras banget, sampai dada saya terasa sakit tiap kali lewat depan rumah,” ujarnya. Pernyataan ini menggambarkan bagaimana tingkat kebisingan yang berlebihan tidak hanya mengganggu kenyamanan tetapi juga dapat menimbulkan efek fisik bagi sebagian orang.
Selain berdampak pada manusia, intensitas bunyi yang dihasilkan sound horeg juga berpengaruh terhadap lingkungan fisik di sekitarnya. Gelombang bunyi dengan energi tinggi dapat memicu fenomena resonansi, yaitu kondisi ketika getaran dari sumber bunyi memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi alami suatu benda. Akibatnya, benda tersebut ikut bergetar dan dalam beberapa kasus bisa mengalami kerusakan, seperti kaca-kaca rumah yang bergetar atau bahkan retak akibat dentuman tersebut.
Fenomena sound horeg memang tidak bisa dilepaskan dari dinamika budaya dan teknologi masyarakat modern. Namun, dari sudut pandang fisika, penggunaan sistem suara berintensitas tinggi perlu dikendalikan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pendengaran manusia maupun keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu, beberapa langkah berikut dapat dijadikan acuan dalam mengurangi dampak kebisingan dari penggunaan sound horeg:
Pengaturan Batas Volume
Volume suara perlu dibatasi agar tidak melampaui ambang kebisingan yang aman bagi pendengaran, yaitu sekitar 85 desibel. Dan sebaiknya menggunakan alat pengukur tingkat kebisingan (sound level meter) untuk memastikan suara tetap dalam batas wajar.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!