Mohon tunggu...
Fahmi M Fakhruddin
Fahmi M Fakhruddin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa aktif pencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Darurat Bahasa Ibu: Mengapa Fondasi Bahasa Indonesia Kian Tergerus dan Apa Dampaknya?

24 Juni 2025   07:29 Diperbarui: 24 Juni 2025   07:29 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pendahuluan

Bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan dan identitas bangsa, memiliki peran fundamental dalam membentuk pola pikir, komunikasi, dan peradaban. Namun, di tengah gempuran teknologi informasi dan arus globalisasi, fondasi penguasaan Bahasa Indonesia di kalangan generasi muda menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Fenomena ini, yang dapat kita sebut sebagai "darurat bahasa ibu," merujuk pada semakin tergerusnya kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mulai dari aspek dasar seperti menyusun paragraf yang koheren, memahami makna yang mendalam, hingga menghasilkan karya tulis ilmiah yang berkualitas. Jika dibiarkan, pengikisan kemampuan berbahasa ini tidak hanya mengancam kelestarian bahasa itu sendiri, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak serius pada literasi, penalaran kritis, dan identitas budaya bangsa.

Pembahasan

Ada beberapa faktor utama yang berkontribusi pada tergerusnya fondasi Bahasa Indonesia di era modern:

1. Pengaruh Dominan Komunikasi Digital dan Media Sosial

Era digital telah mengubah cara kita berkomunikasi secara drastis. Platform media sosial dan aplikasi pesan instan mendorong penggunaan bahasa yang singkat, informal, penuh singkatan, emoji, bahkan campuran bahasa asing (code-mixing dan code-switching). Akibatnya, pemahaman tentang struktur paragraf yang baik, koherensi wacana, dan penggunaan kosa kata yang kaya sering terabaikan. Remaja menjadi terbiasa dengan gaya penulisan yang tidak baku, yang kemudian terbawa ke dalam konteks formal, seperti tugas sekolah atau perkuliahan.

Prof. Dr. Harimurti Kridalaksana, seorang linguis terkemuka Indonesia, pernah menyatakan, "Bahasa itu cermin budaya. Jika bahasa kita menjadi kacau, itu berarti kebudayaan kita juga sedang kacau." Pernyataan ini menegaskan bahwa degradasi bahasa mencerminkan dan sekaligus memengaruhi kondisi budaya masyarakat, termasuk kemampuan berpikir dan berkreasi.

2. Penurunan Minat Membaca dan Literasi

Minat membaca buku atau teks panjang di kalangan generasi muda cenderung menurun, tergantikan oleh konsumsi konten visual yang lebih cepat saji seperti video pendek atau gambar. Padahal, membaca adalah kunci untuk memperkaya kosa kata, memahami struktur kalimat, dan melatih penalaran. Ketika frekuensi membaca teks berkualitas berkurang, kemampuan menangkap makna tersirat, menganalisis informasi, dan memahami konsep kompleks ikut melemah. Ini berdampak langsung pada kemampuan mereka dalam menulis.

3. Kurangnya Penekanan pada Bahasa Formal di Lingkungan Pendidikan dan Keluarga

Meskipun Bahasa Indonesia diajarkan di sekolah, penekanan pada praktik menulis dan berbicara secara formal yang konsisten kadang masih kurang. Kurikulum yang padat dan metode pengajaran yang kurang variatif bisa jadi penyebabnya. Di lingkungan keluarga, penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar juga sering tidak menjadi prioritas utama. Orang tua cenderung lebih fokus pada aspek lain atau tidak menyadari pentingnya berbahasa secara teratur dan benar di rumah. Akibatnya, siswa kesulitan dalam menghasilkan karya tulis ilmiah yang runtut, logis, dan sesuai kaidah. Mereka mungkin memiliki ide, tetapi kesulitan menuangkannya dalam bentuk tulisan yang terstruktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun