Kenangan yang dulu saat bersama tak kunjung pudar dan berhenti olwh waktu yang terus berjalan
Puisi Menanggung Kesedihan
Sunyinya kata-kata, berlalu-lalang di sela-sela kemacetan jaringan
Kutuai rindu dari bayangan yang masih larut mengaharapkanmu untuk dapat melangkah bersama
Suasana pagi dengan segala macam keindahan yang tertangkap pandangan mata dan indera lainnya, tak cukup untuk menihilkan ingatan wajah kekasih.
Persoalan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya biarlah waktu yang menjawabnya.
Ratapan sesal seorang pendosa, memohon agar diampuni.
Seperti baru kemarin kalian datangDengan raut muka polos dan rambut yang dikuncir lucuDengan sepatu baru yang terlalu besar ukurannyaDengan salam malu
Di dalam hatiku, terpendam sebuah rasa kerinduan yang semakin dalam. Seperti sebuah ombak yang tak henti-hentinya datang dan pergi.
Lihatlah diriku, sedang terperangkap dalam kerinduan yang tiada henti. Meskipun kau telah tiada, namun bayanganmu masih kusimpan di hati.
Puisi ini dibuat ketika saya melihat bapak yang masih saja membuat besek bambu hingga larut, sementara saya hanya mampu meminta.
Gersang jiwa ini. Tiba-tiba hilang dalam tetesan embun surgawi
Anak muda itu menyesali telah membuat ukiran darah di tangan, dan masalahnya kesadaran selalu saja datang di ujung cerita.
Hanya berjarak bukan meninggalkanmu sayang ku love you baby
Tentang kejujuran hati, mana yang lebih ia cinta dunia atau pencipta semesta
Terbangun mendengarkan sepi kian turun seolah mulai ada denyut nada menggema
Puisi Bait demi Bait. Musim demi musim berganti. Saya akan pergi.
Puisi: Tentang Jangka Waktu di Dunia. Batinku mengerjap,jiwaku berkelana.